Kepala Dinas Kesehatan Lamongan M Sochieb Senin (30/6) mengatakan delapan orang ibu yang melahirkan selama Januari hingga Mei 2008 berasal dari Kecamatan Pucuk dua orang, serta dari Kecamatan Lamongan Glagah, Paciran, Sugio, KembangBahu, dan Kedung Pring masing-masing satu orang.
Faktor penyebabnya dua orang meninggal karena eklamsia (keracunan kehamilan) dan dua karena pendarahan. Sementara yang meninggal akibat inveksi, serangan jantung, reptura uteri (terjadi robekan pada jaringan rahim), inversio uteri (terjadi robekan pada v agina dan perineum (jalan lahir) masing-masing satu.
Eklamsia ditandai naiknya tekanan darah, terjadinya penimbunan cairan dalam jaringan tubuh sehingga ada pembengkakan pada tungkai dan kaki, serta kejang-kejang. Kejang pada eklamsia didahului nyeri kepala, gangguan penglihatan, mual, dan nyeri pada ulu ha ti.
Sochieb menjelaskjan secara umum faktor penyebab kematian ibu melahirkan 80 persen akibat pendarahan dan kejang-kejang selebihnya dikarenakan keracunan kehamilan atau eklamsia. Penyebab lainnya tiga faktor keterlambatan yakni terlambat mendapatkan pertolo ngan, terlambat menentukan diagnosa (terlambat memanggil bidan), serta terlambat merujuk puskesmas, polindes, dan terlalu banyak pertimbangan dari Rumah Sakit.
Untuk meningkatkan derjat kesehatan masyarakat khususnya dalam rangka menekan kasus angka kematian ibu (AKI) hamil dan melahirkan Pemerintah Kabupaten Lamongan membuat beberapa program kesehatan. Upaya dilakukan dengan program Desa Siaga 2007, Pos Kesehat an Desa (Poskesdes), dan Puskesmas PONET (Pelayanan Obstetri Yonata Emergensi Dasar), program perencana persalinan dan pencegahan komplikasi (P4K), dan pelatihan asuhan persalinan normal untuk bidan. Selain itu diadakan konsultasi dokter ahli untuk kasus a nak dan kandungan, pertemuan pembinaan bidan, serta program distrik team problem solving kesehatan ibu dan bayi baru lahir dan anak (DTPSKIBLA).
Menurut Sochieb program P4K didanai oleh Health Solving Problem (HSP) sebuah lembaga kesehatan dari Amerika. Program tersebut direalisasikan di 12 desa di Lamongan. Dana untuk program tersebut senilai Rp 4,75 juta per desa. "Sampai saat ini sudah terealis asi di tujuh desa dan lima desa berikutnya akan dituntaskan," katanya.
Tujuh desa yang telah memperoleh program P4K yakni Desa Turi, Jetis, Pucuk, Tanggungan, Paciran, Tunggul, dan Brangsi Laren. Program DTPSKIBLA mendapatkan bantuan dari HSP. Anggota tim DTPSKIBLA terdiri dari lembaga swadaya masyarakat, Badan Perencana Pem bangunan Daerah dan dari lintas program berjumlah 15 orang. Tim tersebut bertugas mengkaji, mencari penyebab kematian dan solusinya serta mengevaluasi semua permasalahan seputar ibu hamil dan bayi.
Kami upayakan setiap Puskesmas memiliki minimal satu dokter jaga. Selain itu ada konsultasi dokter ahli diberikan pada bidan seputar kasus kandungan dan anak-anak. Selama ini kasus yang banyak terjadi pada anak-anak terkait penerapan cakupan imunisasi, c akupan gizi, dan berat bayi lahir rendah (BBLR) yang menyebabkan kematian, katanya.
Sochieb menyebutkan pada 2007 Lamongan mencanangkan 335 desa siaga dari 474 desa yang ada. Pencanangan desa siaga diharapkan menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Anak (AKA). Dinkes juga mengadakan Forum Audit Maternal Perinatal (AMP) sebagai evaluasi apabila terjadi kematian ibu bersalin. Forum itu untuk mencari penyebab kematian ibu bersalin dan memberikan solusinya agar tidak terjadi kesalahan serupa.
Pada 2007 sebanyak 80 bidan di Lamongan telah mengikuti Program Bidan Praktik Swasta (BPS) dan rencananya akan tuntas divalidasi 2008 ini. Sebelumnya pada 2006 diluncurkan program 30 bidan siaga. Jika seorang bidan akan membuka praktik kerja, sesuai perat uran terlebih dahulu harus menerima sertifikat/validasi dari Dinkes Lamongan. Dinkes Lamongan tidak akan melakukan validasi kembali sampai 2010.
BPS harus lulusan Diploma III, melengkapi persyaratan Surat Izin Bidan(SIB). BPS dituntut memiliki/menguasai ketrampilan penanganan bayi baru lahir, bayi mengalami sesak napas (aspeksia), penanganan bayi lahir dini (prematur), dan asuhan persalinan normal (APN). Selain itu BPS harus menguasi penanganan KB Contrasepsion Technical Update (CTU) dan Alat Bantu Pembuat Keputusan (ABPK).