Kanker tidak lagi mematikan. Para penderita kanker
di Indonesiadapat
memiliki harapan hidup yang lebih lama dengan
ditemukannya tanaman
"KELADI TIKUS" (Typhonium Flagelliforme/ Rodent
Tuber) sebagai tanaman
obat yang dapat menghentikan dan mengobati berbagai
penyakit kanker dan
berbagai penyakit berat lain.
Tanaman sejenis talas dengan tinggi maksimal 25
sampai 30 cm ini hanya
tumbuh di semak yang tidak terkena sinar matahari
langsung. "Tanaman
ini sangat banyak ditemukan di Pulau Jawa," kata
Drs.Patoppoi Pasau,
orang pertama yang menemukan tanaman itu di
Indonesia
Tanaman obat ini telah diteliti sejak tahun 1995
oleh Prof Dr Chris
K.H.Teo,Dip Agric (M), BSc Agric (Hons)(M), MS, PhD
dari Universiti
Sains Malaysia dan juga pendiri Cancer Care Penang,
Malaysia. Lembaga
perawatan kanker yang didirikan tahun 1995 itu
telah membantu ribuan
pasien dari Malaysia , Amerika, Inggris , Australia
, Selandia Baru,
Singapura, dan berbagai negara di dunia.
Di Indonesia, tanaman ini pertama ditemukan oleh
Patoppoi di
Pekalongan, Jawa Tengah. Ketika itu, istri Patoppoi
mengidap kanker
payudara stadium III dan harus dioperasi 14 Januari
1998. Setelah
kanker ganas tersebut diangkat melalui operasi,
istri Patoppoi harus
menjalani kemoterapi (suntikan kimia untuk membunuh
sel, Red) untuk
menghentikan penyebaran sel-sel kanker tersebut.
"Sebelum menjalani kemoterapi,dokter mengatakan
agar kami
menyiapkan wig (rambut palsu) karena kemoterapi
akan mengakibatkan
kerontokan rambut, selain kerusakan kulit dan
hilangnya nafsu makan,"
jelas Patoppoi.
Selama mendampingi istrinya menjalani kemoterapi,
Patoppoi terus
berusaha mencari pengobatan alternatif sampai
akhirnya dia mendapatkan
informasi mengenai penggunaan teh Lin Qi di Malaysia
untuk mengobati
kanker. "Saat itu juga saya langsung terbang ke
Malaysiauntuk membeli
teh tersebut,"
ujar Patoppoi yang juga ahli biologi. Ketika sedang
berada di sebuah
toko
obat di Malaysia , secara tidak sengaja dia melihat
dan membaca buku
mengenai pengobatan kanker yang berjudul Cancer,
Yet They Live karangan
Dr Chris K.H. Teo terbitan 1996.
"Setelah saya baca sekilas, langsung saja saya beli
buku tersebut.
Begitu menemukan buku itu, saya malah tidak jadi
membeli teh Lin Qi,
tapi langsung pulang ke Indonesia ," kenang Patoppoi
sambil tersenyum.
Di buku itulah Patoppoi membaca khasiat typhonium
flagelliforme itu.
Berdasarkan pengetahuannya di bidang biologi,
pensiunan pejabat
Departemen Pertanian ini langsung menyelidiki dan
mencari tanaman
tersebut. Setelah menghubungi beberapa koleganya di
berbagai tempat,
familinya di Pekalongan Jawa Tengah, balas
menghubunginya. Ternyata,
mereka menemukan tanaman itu di sana . Setelah
mendapatkan tanaman
tersebut dan mempelajarinya lagi, Patoppoi
menghubungi Dr. Teo di
Malaysia untuk menanyakan kebenaran tanaman yang
ditemukannya itu.
Selang beberapa hari, Dr Teo menghubungi Patoppoi
dan menjelaskan bahwa
tanaman tersebut memang benar Rodent Tuber. "Dr Teo
mengatakan agar
tidak ragu lagi untuk menggunakannya sebagai obat,"
lanjut Patoppoi.
Akhirnya, dengan tekad bulat dan do'a untuk
kesembuhan, Patoppoi mulai
memproses tanaman tersebut sesuai dengan
langkah-langkah pada buku
tersebut
untuk diminum sebagai obat. Kemudian Patoppoi
menghubungi putranya,
Boni Patoppoi di Buduran, Sidoarjo untuk ikut
mencarikan tanaman
tersebut.
"Setelah melihat ciri-ciri tanaman tersebut, saya
mulai mencari di
pinggir sungai depan rumah dan langsung saya
dapatkan tanaman tersebut
tumbuh liar di
pinggir sungai," kata Boni yang mendampingi ayahnya
saat itu.
Selama mengkonsumsi sari tanaman tersebut, isteri
Patoppoi mengalami
penurunan efek samping kemoterapi yang dijalaninya.
Rambutnya berhenti
rontok, kulitnya tidak rusak dan mual-mual hilang.
"Bahkan nafsu makan
ibu saya pun kembali normal," lanjut Boni.
Setelah tiga bulan meminum obat tersebut, isteri
Patoppoi menjalani
pemeriksaan kankernya. "Hasil pemeriksaan negatif,
dan itu sungguh
mengejutkan kami dan dokter-dokter di Jakarta ,"
kata Patoppoi. Para
dokter itu kemudian menanyakan kepada Patoppoi, apa
yang diberikan pada
isterinya. "Malah mereka ragu, apakah mereka telah
salah memberikan
dosis kemoterapi kepada kami," lanjut Patoppoi.
Setelah diterangkan mengenai kisah tanaman Rodent
Tuber, para dokter
pun mendukung Pengobatan tersebut dan menyarankan
agar
mengembangkannya. Apalagi melihat keadaan isterinya
yang tidak
mengalami efek samping kemoterapi yang sangat keras
tersebut. Dan
pemeriksaan yang seharusnya tiga bulan sekali
diundur menjadi enam bulan sekali."Tetapi karena
sesuatu hal, para
dokter tersebut tidak mau mendukung secara
terang-terangan penggunaan
tanaman sebagai
pengobatan alternatif," sambung Boni sambil
tertawa.
Setelah beberapa lama tidak berhubungan,
berdasarkan peningkatan
keadaan isterinya, pada bulan April 1998, Patoppoi
kemudian menghubungi
Dr.Teo
melalui fax untukmenginformasik an bahwa tanaman
tersebut banyak terdapat
di Jawa dan
mengajak Dr. Teo untuk menyebarkan penggunaan
tanaman ini di Indonesia.
Kemudian Dr . Teo langsung membalas fax kami,
tetapi mereka tidak tahu
apa yang harus mereka perbuat, karena jarak yang
jauh," sambung Patoppoi.
Meskipun Patoppoi mengusulkan agar buku mereka
diterjemahkan dalam
bahasa Indonesiadan disebar-luaskan di Indonesia,
Dr. Teo menganjurkan
agar kedua belah pihak bekerja sama dan
berkonsentrasi dalam usaha
nyata membantu penderita kanker di Indonesia.
Kemudian, pada akhir Januari 2000 saat Jawa Pos
mengulas habis mengenai
meninggalnya Wing Wiryanto, salah satu wartawan
handal Jawa
Pos,Patoppoi sempat tercengang. Data-data rinci
mengenai gejala,
penderitaan, pengobatan yang diulas di Jawa Pos,
ternyata sama dengan
salah satu pengalaman pengobatan penderita kanker
usus yang dijelaskan
di buku tersebut. Dan eksperimen pengobatan
tersebut berhasil menyembuhkan pasien tersebut.
"Lalu saya langsung menulis di kolom Pembaca
Menulis di Jawa Pos,"
ujar Boni.
Dan tanggapan yang diterimanya benar-benar diluar
dugaan. Dalam sehari,
bisa sekitar 30 telepon yang masuk. "Sampai saat
ini, sudah ada sekitar
300 orang
yang datang ke sini," lanjut Boni yang beralamat di
Jl. KH. Khamdani,
Buduran Sidoarjo.
Pasien pertama yang berhasil adalah penderita
Kanker Mulut Rahim
stadium dini. Setelah diperiksa, dokter mengatakan
harus dioperasi.
Tetapi karena belum memiliki biaya dan sambil
menunggu rumahnya laku
dijual
untuk biaya operasi, mereka datang setelah membaca
Jawa Pos.
Setelah diberi tanaman dan cara meminumnya, tidak
lama kemudian pasien
tersebut datang lagi dan melaporkan bahwa dia tidak
perlu dioperasi,
karena hasil pemeriksaan mengatakan negatif.
Berdasarkan animo masyarakat sekitar yang sangat
tinggi, Patoppoi
berusaha untuk menemui Dr. Teo secara langsung.
Atas bantuan Direktur
Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Departemen
Kesehatan, Sampurno,
Patoppoi dapat menemui Dr. Teo di Penang ,
Malaysia . Di kantor Pusat
Cancer Care Penang, Malaysia , Patoppoi mendapat
penerangan lebih lanjut
mengenai riset tanaman yang saat ditemukan memiliki
nama Indonesia
Ternyata saat Patoppoi mendapat buku "Cancer, Yet
They Live" edisi
revisi tahun 1999, fax yang dikirimnya di masukkan
dalam buku tersebut,
serta pengalaman
isterinya dalam usahanya berperang melawan kanker.
Dari pembicaraan
mereka, Dr. Teo merekomendasi agar Patoppoi
mendirikan
perwakilan Cancer Care di Jakarta dan Surabaya .
Maka secara resmi,
Patoppoi dan putranya diangkat sebagai perwakilan
lembaga sosial Cancer
Care Indonesia , yang juga disebutkan dalam buletin
bulanan Cancer Care,
yaitu di
Jl. Kayu Putih 4 No. 5, Jakarta , telp.
021-4894745,
dan di Buduran, Sidoarjo.
Cancer Care Malaysiatelah mengembangkan bentuk
pengobatan tersebut secara lebih canggih. Mereka
telah memproduksi
ekstrak Keladi Tikus
dalam bentuk pil dan teh bubuk yang dikombinasikan
dengan berbagai
tananaman lainnya dengan dosis tertentu. "Dosis
yang diperlukan
tergantung penyakit yang diderita," kata Boni.
Untuk mendapatkan obat tersebut, penderita harus
mengisi formulir yang
menanyakan keadaan dan gejala penderita dan akan
dikirimkan melalui fax
ke Dr. Teo. "Formulir tersebut dapat diisi disini,
dan akan kami fax-kan.
Kemudian Dr. Teo sendiri yang akan mengirimkan
resep sekaligus
obatnya, dengan harga langsung dari Malaysia ,
sekitar 40-60 Ringgit
Malaysia ," lanjut Boni.
"Jadi pasien hanya membayar biaya fax dan obat, kami
tidak menarik
keuntungan,
malahan untuk yang kurang mampu, Dr.Teo bisa
memberikan perpanjangan
waktu pembayaran. " tambahnya.
Sebenarnya pengobatan ini juga didukung dan sedang
dicoba oleh salah
satu dokter senior di Surabaya, pada pasiennya yang
mengidap kanker
ginjal. Adadua pasien yang sedang dirawat dokter
yang pernah menjabat
sebagai direktur salah satu rumah sakit terbesar di
Surabayaini. Pasien
pertama yang
mengidap kanker rahim tidak sempat diberi
pengobatan dengan keladi tikus,
karena telah
ditangani oleh rekan-rekan dokter yang telah
memiliki reputasi. Setelah
menjalani kemoterapi dan radiologi, pasien tersebut
mengalami kerontokan
rambut, kulit rusak dan gatal, dan selalu muntah.
Tetapi pada pasien kedua yang mengidap kanker
ginjal, dokter ini
menanganinya sendiri dan juga memberikan pil keladi
tikus untuk membantu
proses penyembuhan kemoterapi.
Pada pasien kedua ini, tidak ditemui berbagai efek
yang dialami
penderita pertama, bahkan pasien tersebut kelihatan
normal. Tetapi
dokter ini menolak untuk diekspos karena
menurutnya, pengobatan ini belum resmi diteliti di
Indonesia
Menurutnya, jika rekan-rekannya mengetahui bahwa
dia memakai pengobatan
alternatif, mereka akan memberikan predikat sebagai
"ter-kun" atau
dokter-dukun.
"Disinilah gap yang terbuka antara pengobatan
konvensional dan modern,"
kata dokter tersebut.
Banyak hal menarik yang dialami Boni selama
menerima dan memberikan
bantuan kepada berbagai pasien. Bahkan ada pecandu
berat putaw dan
sabu-sabu di Surabaya , yang pada akhirnya pecandu
tersebut mendapat
kanker paru-paru. Setelah mendapat vonis kanker
paru-paru stadium III,
pasien tersebut mengkonsumsi pil
dan teh dari Cancer Care. Hasilnya cukup
mengejutkan, karena ternyata
obat tersebut dapat mengeluarkan racun narkoba dari
peredaran darah
penderita dan
mengatasi ketergantungan pada narkoba tersebut.
"Tapi, jika pecandu sudah bisa menetralisir racun
dengan keladi tikus,
dia tidak boleh memakai narkoba lagi, karena pasti
akan timbul
resistensi. Jadi jangan
seperti kebo, habis mandi berkubang lagi," sambung
Boni sambil tertawa.
Juga ada pengalaman pasien yang meraung-raung
kesakitan akibat serangan
kanker yang menggerogotinya, karena obat penawar
rasa sakit sudah tidak
mempan lagi. Setelah diberi minum sari keladi tikus,
beberapa saat
kemudian pasien tersebut tenang dan tidak lagi
merasa kesakitan.
Menurut data Cancer Care Malaysia, berbagai penyakit
yang telah
disembuhkan adalah berbagai kanker dan penyakit
berat seperti kanker
payudara, paru-paru, usus besar-rectum,
liver, prostat, ginjal, leher rahim, tenggorokan,
tulang, otak, limpa,
leukemia, empedu, pankreas,
dan hepatitis.
Jadi diharapkan agar hasil penelitian yang
menghabiskan milyaran
Ringgit
Malaysiaselama 5 tahun
dapat benar-benar berguna bagi dunia kesehatan.
Bagi teman-teman yang memerlukan informasi lebih
lanjut sehubungan
dengan artikel "Obat Kanker" bisa menghubungi
perwakilan lembaga sosial
Cancer Care Indonesia " beralamat di Jl. Kayu Putih
4 no.5 Jakarta ,
telp : 021-4894745,