Mana Yang Lebih Baik? Susu Bubuk Atau Cair?
-----------------------------------------------
Apa yang ada dibenak Anda saat mendengar susu cair? Lebih baikkah daripada susu bubuk, atau justru sebaliknya?
Prof. Dr. Ir. Made Astawan MS, dari Departemen Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian – Institut Pertanian Bogor, baru baru ini memberikan data yang menarik tentang konsumsi susu dunia kepada para wartawan saat acara 'Wisata Pengetahuan' di sebuah pabrik pengolahan susu di daerah Bandung – Jawa Barat. Menarik, karena Ir. Made Astawan meminta para wartawan untuk membandingkan berapa jumlah konsumsi susu cair dan bubuk di Indonesia dibandingkan komsumsi kedua susu tersebut dengan negara lain (Amerika, Cina, India dan Vietnam).
Negara Susu Cair (juta liter) Susu Bubuk (juta liter)
Amerika 24.634,7 59,5
Cina 11.256 3.776
India 43.929,2 1.173
Vietnam 221,4 65,7
Indonesia 197,5 625,7
Source : Canadean 2004
Dari data di atas, Ir. Made menyatakan dalam juta liter angka konsumsi susu cair di negara Amerika, Cina, India dan Vietnam lebih besar daripada angka konsumsi susu bubuk. Sedangkan di Indonesia, angkanya justru terbalik. Artinya, jika di keempat negera tersebut, konsumsi susu cair lebih banyak dari pada konsumsi susu bubuk, maka di Indonesia justru konsumsi susu bubuk lebih banyak daripada konsumsi susu cair.
Ternyata masyarakat Indonesia masih memiliki presepsi yang salah tentang susu cair. Menurut M. Muhthasawwar, Manajer Pemasaran Senior PT. Ultrajaya, presepsi yang salah itu adalah masyarakat Indonesia masih ada yang berkeyakinan bahwa susu segar yang dijual di pasaran selama ini adalah susu bubuk yang dicairkan. “Karena berasal dari susu bubuk yang dicairkan, ada yang berpendapat bahwa susu cair tidak akan awet,” ujarnya.
Bisa jadi presepsi yang salah ini akhirnya membuat masyarakat Indonesia lebih memilih susu bubuk daripada susu cair.
Hal lain yang melatarbelakangi mengapa konsumsi susu bubuk di Indonesia jauh lebih besar daripada susu cair menurut Ir. Made adalah adanya faktor budaya dalam menyiapkan susu. “Menyiapkan susu yang siap diminum dengan cara mencairkan susu bubuk dengan cara mengaduk dan memberi gula, bagi orang Indonesia, dianggap sebagai 'seni' tersendiri,” ujarnya.
Tak heran paduan dari presepsi yang salah tentang dari mana asal susu cair yang dijual di pasaran selama ini, serta adanya faktor budaya, memberikan kontribusi mengapa konsumsi susu cair di Indonesia rendah dibandingkan negara-negara lain.
Menurut Ir. Made, faktor lain yang juga menyebabkan konsumsi susu bubuk lebih besar karena belum ada budaya 'kulkas'. “Itulah sebabnya susu bubuk masih menjadi favorit karena penyimpanan susu bubuk tidak memerlukan kulkas,” jelasnya.
Susu cair atau bubuk?
Menurut SNI 01-3141-1998, susu segar merupakan cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih, yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan apapun.
Dalam prakteknya, menurut Ir. Made, sangat kecil peluang manusia untuk mengonsumsi susu segar sesuai definisi SNI tersebut. Umumnya susu yang dikonsumsi masyarakat adalah susu olahan, baik dalam bentuk cair (susu pasteurisasi, susu UHT), maupun susu bubuk.
Susu pasteurisasi merupakan susu yang diberi perlakuan panas sekitar 63-72 C selama 15 detik, yang bertujuan untuk membunuh bakteri patogen. Susu pasteurisasi harus disimpan pada suhu rendah (5-7 C) dan memiliki umur simpan hanya sekitar 14 hari.
Sedangkan susu UHT (Ultra High Temperature) merupakan susu yang diolah menggunakan pemanasan suhu tinggi dan dalam waktu yang singkat (135-145 C) selama 2-5 detik. “Di dalam susu terdapat komponen-komponen bioaktif. Komponen-komponen ini harus diselamatkan, maka pengolahannya harus selektif dan boleh dipanaskan dengan suhu tinggi tetapi waktunya harus singkat,” jelas Ir. Made lagi.
Pemanasan dengan suhu tinggi bertujuan untuk membunuh seluruh mikroorganisme (baik pembusuk maupun patogen) dan spora. Waktu pemanasan yang singkat dimaksudkan untuk mencegah kerusakan nilai gizi susu serta untuk mendapatkan warna, aroma dan rasa yang relatif tidak berubah seperti susu segarnya.
Sementara susu bubuk berasal dari susu segar, baik dengan atau tanpa rekombinasi dengan zat lain seperti lemak dan protein, yang kemudian dikeringkan. Umumnya pengeringan dilakukan dengan menggunakan spray dryer atau roller dryer. “Nah proses pengeringan ini akan mengurangi zat-zat gizi yang terkandung dalam susu,” jelas Ir. Made yang meraih gelar PhD dalam bidang biokimia Pangan dan Gizi dari Tokyo University of Agriculture, Jepang tahun 1995 ini.
Susu bubuk dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu susu bubuk berlemak (full cream milk powder), susu bubuk rendah lemak (partly skim milk powder), dan susu bubuk tanpa lemak (skim milk powder). Dengan penanganan yang baik dan benar. umur simpan susu bubuk maksimal 2 tahun
Bila dilihat dari karakteristik susu bubuk yang selama pengeringan banyak vitamin, mineral dan enzim yang hilang (meskipun dalam prosesnya juga ditambahkan beberapa bahan sintesis /fortifikasi) maka Ir. Made menganjurkan agar mengonsumsi susu cair. Ditambah lagi, susu cair yang selama pengolahannya benar dan baik biasanya tanpa ditambah bahan pengawet.
Nah, agar angka konsumsi susu cair di Indonesia lebih besar daripada konsumsi susu bubuk, Ir. Made mengatakan perlunya edukasi yang berkepanjangan dan dengan penuh kesabaran.
-----------------------------------------------
Apa yang ada dibenak Anda saat mendengar susu cair? Lebih baikkah daripada susu bubuk, atau justru sebaliknya?
Prof. Dr. Ir. Made Astawan MS, dari Departemen Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian – Institut Pertanian Bogor, baru baru ini memberikan data yang menarik tentang konsumsi susu dunia kepada para wartawan saat acara 'Wisata Pengetahuan' di sebuah pabrik pengolahan susu di daerah Bandung – Jawa Barat. Menarik, karena Ir. Made Astawan meminta para wartawan untuk membandingkan berapa jumlah konsumsi susu cair dan bubuk di Indonesia dibandingkan komsumsi kedua susu tersebut dengan negara lain (Amerika, Cina, India dan Vietnam).
Negara Susu Cair (juta liter) Susu Bubuk (juta liter)
Amerika 24.634,7 59,5
Cina 11.256 3.776
India 43.929,2 1.173
Vietnam 221,4 65,7
Indonesia 197,5 625,7
Source : Canadean 2004
Dari data di atas, Ir. Made menyatakan dalam juta liter angka konsumsi susu cair di negara Amerika, Cina, India dan Vietnam lebih besar daripada angka konsumsi susu bubuk. Sedangkan di Indonesia, angkanya justru terbalik. Artinya, jika di keempat negera tersebut, konsumsi susu cair lebih banyak dari pada konsumsi susu bubuk, maka di Indonesia justru konsumsi susu bubuk lebih banyak daripada konsumsi susu cair.
Ternyata masyarakat Indonesia masih memiliki presepsi yang salah tentang susu cair. Menurut M. Muhthasawwar, Manajer Pemasaran Senior PT. Ultrajaya, presepsi yang salah itu adalah masyarakat Indonesia masih ada yang berkeyakinan bahwa susu segar yang dijual di pasaran selama ini adalah susu bubuk yang dicairkan. “Karena berasal dari susu bubuk yang dicairkan, ada yang berpendapat bahwa susu cair tidak akan awet,” ujarnya.
Bisa jadi presepsi yang salah ini akhirnya membuat masyarakat Indonesia lebih memilih susu bubuk daripada susu cair.
Hal lain yang melatarbelakangi mengapa konsumsi susu bubuk di Indonesia jauh lebih besar daripada susu cair menurut Ir. Made adalah adanya faktor budaya dalam menyiapkan susu. “Menyiapkan susu yang siap diminum dengan cara mencairkan susu bubuk dengan cara mengaduk dan memberi gula, bagi orang Indonesia, dianggap sebagai 'seni' tersendiri,” ujarnya.
Tak heran paduan dari presepsi yang salah tentang dari mana asal susu cair yang dijual di pasaran selama ini, serta adanya faktor budaya, memberikan kontribusi mengapa konsumsi susu cair di Indonesia rendah dibandingkan negara-negara lain.
Menurut Ir. Made, faktor lain yang juga menyebabkan konsumsi susu bubuk lebih besar karena belum ada budaya 'kulkas'. “Itulah sebabnya susu bubuk masih menjadi favorit karena penyimpanan susu bubuk tidak memerlukan kulkas,” jelasnya.
Susu cair atau bubuk?
Menurut SNI 01-3141-1998, susu segar merupakan cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih, yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan apapun.
Dalam prakteknya, menurut Ir. Made, sangat kecil peluang manusia untuk mengonsumsi susu segar sesuai definisi SNI tersebut. Umumnya susu yang dikonsumsi masyarakat adalah susu olahan, baik dalam bentuk cair (susu pasteurisasi, susu UHT), maupun susu bubuk.
Susu pasteurisasi merupakan susu yang diberi perlakuan panas sekitar 63-72 C selama 15 detik, yang bertujuan untuk membunuh bakteri patogen. Susu pasteurisasi harus disimpan pada suhu rendah (5-7 C) dan memiliki umur simpan hanya sekitar 14 hari.
Sedangkan susu UHT (Ultra High Temperature) merupakan susu yang diolah menggunakan pemanasan suhu tinggi dan dalam waktu yang singkat (135-145 C) selama 2-5 detik. “Di dalam susu terdapat komponen-komponen bioaktif. Komponen-komponen ini harus diselamatkan, maka pengolahannya harus selektif dan boleh dipanaskan dengan suhu tinggi tetapi waktunya harus singkat,” jelas Ir. Made lagi.
Pemanasan dengan suhu tinggi bertujuan untuk membunuh seluruh mikroorganisme (baik pembusuk maupun patogen) dan spora. Waktu pemanasan yang singkat dimaksudkan untuk mencegah kerusakan nilai gizi susu serta untuk mendapatkan warna, aroma dan rasa yang relatif tidak berubah seperti susu segarnya.
Sementara susu bubuk berasal dari susu segar, baik dengan atau tanpa rekombinasi dengan zat lain seperti lemak dan protein, yang kemudian dikeringkan. Umumnya pengeringan dilakukan dengan menggunakan spray dryer atau roller dryer. “Nah proses pengeringan ini akan mengurangi zat-zat gizi yang terkandung dalam susu,” jelas Ir. Made yang meraih gelar PhD dalam bidang biokimia Pangan dan Gizi dari Tokyo University of Agriculture, Jepang tahun 1995 ini.
Susu bubuk dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu susu bubuk berlemak (full cream milk powder), susu bubuk rendah lemak (partly skim milk powder), dan susu bubuk tanpa lemak (skim milk powder). Dengan penanganan yang baik dan benar. umur simpan susu bubuk maksimal 2 tahun
Bila dilihat dari karakteristik susu bubuk yang selama pengeringan banyak vitamin, mineral dan enzim yang hilang (meskipun dalam prosesnya juga ditambahkan beberapa bahan sintesis /fortifikasi) maka Ir. Made menganjurkan agar mengonsumsi susu cair. Ditambah lagi, susu cair yang selama pengolahannya benar dan baik biasanya tanpa ditambah bahan pengawet.
Nah, agar angka konsumsi susu cair di Indonesia lebih besar daripada konsumsi susu bubuk, Ir. Made mengatakan perlunya edukasi yang berkepanjangan dan dengan penuh kesabaran.