Mungkin karena tradisi dan beberapa agama menganjurkannya, sunat sudah dianggap sebagai hal yang biasa. Namun kalau dilakukan saat usia beranjak dewasa, masih amankah?
Ketika seorang anak menghampiri Hendry (40) saat sedang bercengkrama dengan beberapa kerabatnya menanyakan bagaimana rasanya di sunat, dan mengapa harus disunat, sontak muka Hendry menjadi merah merona. Bukan lantaran anak kecil itu bertanya di depan orang banyak, namun karena Hendry malu menceritakan pengalamannya saat disunat beberapa tahun lalu.
Pasalnya, Hendry melakukan sunat ketika usianya 38 tahun atau telah usia memasuki dewasa madya. Tak hanya itu, dia pun harus melakukan sunat hingga tiga kali dalam kurun waktu tiga tahun. Ketika usianya 38 tahun, ada infeksi di penis Hendry, sehingga dokter menyaran untuk segera dilakukan sirkumsisi atau sunat agar tidak menggangu kesehatan reproduksinya.
Saran dokter itupun diturutinya, namun karena alasan malu dan tidak ingin orang lain tahu, dia pun melakukan sunat dengan pertolongan seorang mantri. Ternyata pada sunat yang pertama, hasilnya tidak sempurna, masih ada bagian kulit yang masih kepanjangan. Walhasil, penisnya seakan mempunyai ‘jengger’ seperti ayam jago, dan tiap kali berhubungan badan dengan istrinya, hal itu menjadi bahan tertawaan.
Akhirnya Hendry memutuskan untuk kembali melakukan sirkumsisi. Akan tetapi kali ini dia lakukan dengan bantuan dokter bedah. Pada usia 39 tahun itulah Hendry disunat lagi oleh dokter bedah. Tapi masih juga kurang puas karena penisnya masih punya 'jengger' di sampingnya dengan kulit penis bagian atas dan bawah cukup ketat.
Yang paling menyedihkan, kalau sedang ereksi bentuknya jadi agak menunduk ke bawah. Sedangkan kalau sedang tidak ereksi, ‘jengger’ itu menggantung. Akhirnya, setahun kemudian Hendry kembali disunat untuk yang ketiga kalinya oleh dokter bedah. Setelah sunat yang ketiga kali inilah, dia baru merasa puas. Bentuk penisnya jadi tegak sempurna, tanpa jengger dan bekas luka (scar), rapi seolah-olah disunat sekali dari awal secara sempurna.
Dokter Barlian Sutedja, Sp.B dari RS. Gading Pluit, Jakarta, mengungkapkan bahwa bagi kaum Adam di Indonesia, masalah sirkumsisi atau sunat bukan suatu hal yang perlu dipertentangkan. Hampir tiap anak laki-laki yang jelang masa pubertas telah melakukan sunat, bahkan jika tidak disunat beberapa anak menjadi malu dan tidak mau bermain kembali dengan temannya.
Mungkin karena tradisi, sunat dianggap biasa dan sesuai dengan ajaran agama. Padahal saat ini sunat tak hanya lagi dipandang sebagai suatu kewajiban agama yang dianutnya, namun lebih karena sebagian besar pria telah sadar bahwa sunat baik bagi kesehatan.
Baik bagi kesehatan
-------------------------
Meski jamak dilakukan, tetapi ketika seorang pria dewasa mendadak diharuskan sunat oleh dokter, tentulah hatinya gentar. Apalagi bila ia tidak merasa punya keluhan seksual ataupun ada yang aneh pada penisnya.
Menurut dr. Barlian, sunat di usia dewasa tak melulu berdasarkan dalil agama saja, tapi sunat juga dilakukan dengan alasan kesehatan. Seperti pada penderita phimosis atau penyempitan kulit pada penis bagian atas. Penyempitan yang terjadi akibat kotoran dan infeksi yang berulang pada penis itu.
Jika penyempitan ini tak segera diatasi, dapat menggangu aktivitas seksual pria tersebut. Pasalnya, hal itu menimbulkan rasa sakit pada pria saat berhubungan intim, sehingga dia merasa tidak nyaman. Tak jarang pria yang terkena penyempitan kulit kulup penis ini juga menjadi tidak percaya diri dan malu, karena dia merasa tidak bisa memuaskan pasangannya.
Dengan melakukan sunat, penyempitan kulup penis tersebut dapat dihindari. Selain itu, secara medis sangat menguntungkan. Banyak penyakit yang dapat dihindarkan dengan sirkumsisi, misalnya phimosis, paraphimosis, candidiasis, tumor ganas dan praganas, pada daerah kelamin pria.
Pria yang disunat lebih higienis, pada masa tua lebih mudah merawat bagian tersebut, dan secara seksualitas lebih menguntungkan seperti lebih bersih, tidak mudah lecet/iritasi, dan juga terhindar dari ejakulasi dini. Keuntungan lainnya adalah mencegah penumpukan smegma, yaitu zat lengket, berwama putih yang sering berbau tidak sedap yang berasal dari lemak yang diproduksi tubuh yang bercampur bakteri dan sisa-sisa urine.
Sunat juga dapat mengurangi sisa-sisa kotoran yang ada di sekitar kepala penis dan lipatan kulit yang agak sempit. Walau diakui dr. Barlian, kotoran smegma pada penis tidak berbahaya bagi pria, namun smegma itu dapat menjadi bahaya bagi wanita yang melakukan hubungan intim dengan pria tersebut.
Berdasarkan data dalam sebuah jurnal kesehatan, menyebutkan kotoran smegma yang berwarna putih susu pada penis tersebut dapat mengakibatkan gangguan pada rahim pasangannya. Pasalnya kotoran itu dapat merangsang terjadinya radang dan infeksi pada mulut rahim. Bahkan, ketika infeksi tersebut dibiarkan dapat menyebabkan kanker mulut rahim.
Dengan disunat, kebersihan penis lebih mudah dijaga. Apalagi saat ini sunat hampir tak mengeluarkan darah dan lukanya mudah sembuh. “Sunat merupakan operasi kecil yang bertujuan membuka kulup sehingga kepala penis ada dalam keadaan terbuka. Cara melakukan sirkumsisi ada beberapa cara, di antaranya dipotong dengan gunting atau pisau, sunat dengan pemotongan listrik, diklip dengan plastik, dan sunat laser,” jelas dokter yang jebolan dari salah satu universitas di Jerman ini.
Beberapa waktu belakangan ini, sunat laser lebih banyak dipilih kaum pria karena tidak terlalu sakit, sedikit pendarahan, dan luka bekas sayatan cepat kering. Sunat dengan laser adalah tehnik baru yang pemotongannya dilakukan dengan menggunakan sinar laser. Oleh karena itu pendarahan yang biasanya banyak terjadi pada orang dewasa karena telah banyaknya pembuluh darah di penis, menjadi sangat berkurang, bahkan nyaris tak ada.
Selain itu, luka pemotongan menjadi lebih cepat kering dan mengurangi kemungkinan terjadinya infeksi lebih lanjut. Karena luka yang cepat kering itulah, maka penyembuhannya tentu akan menjadi lebih cepat dibandingkan dengan tehnik konvensional yang memakai gunting atau pisau bedah.
“Dengan kata lain, dengan melakukan sunat memakai laser tidak perlu mengganggu aktivitas seperti bekerja dan bersekolah karena pendarahan yang ditakutkan kecil kemungkinannya terjadi. Tehnik ini diawali dengan memakai bius lokal, yaitu dengan memberikan suntikan seperti sunat konvensional lainnya,” jelas dr. Barlian. Jadi praktis nyeri yang terjadi hanya pada saat disuntik.
Efek sunat terhadap seksualitas
----------------------------------
Sayangnya, selama ini banyak orang menghubungan sunat dengan peningkatan aktivitas seksual. Bahkan konon, sunat di usia dewasa kerap dihubung-hubungkan dengan ketidakpuasan dengan penisnya. Ketidakpuasaan ini menyangkut berbagai hal, mulai dari ukuran, warna, sampai bentuk fungsinya, baik yang menyalurkan urine ataupun sperma.
Anehnya, ketidak puasan ini biasanya lebih banyak muncul dari ukuran, warna, dan bentuknya. Bukan karena fungsinya.
Hal ini disebabkan adanya mitos-mitos seks yang sudah terlajur melekat di benak kita. Padahal pria yang kurang keperkasaannya, boleh jadi akibat adanya gangguan infeksi pada saluran reprosuksinya, atau pria tersebut mempunyai masalah psikologis yang mengurangi gairah seksnya.
Meskipun ada anekdot yang mengatakan bahwa penis yang disunat jadi kurang sensitif dibandingkan yang tidak sunat, tetapi pendapat ini tidak didukung dengan suatu penelitian yang menunjukkan bahwa sunat berpengaruh terhadap kenikmatan seksual atau tidak, sampai adanya hasil kedua penelitian ini.
Padahal, kata dr. Barlian lebih lanjut, sunat atau tidak, seorang pria dapat tetap perkasa di atas ranjang, asalkan tubuhnya dalam kodisi sehat. Selain itu, sunat hanyalah memotong bagian kulit luar penis yang menutup bagian atas penis sehingga kepala penis menjadi lebih terbuka dan mudah dibersihkan.
Memang, dalam beberapa situs jurnal kesehatan mengungkapkan adanya suatu penelitian, menunjukkan bahwa pria dewasa yang menjalani sunat dilaporkan mengalami penurunan fungsi ereksi dan sensitivitas penis setelah menjalani prosedur ini.
Namun pada penelitian lain, berdasarkan hasil dari kelompok pasien yang lebih kecil, Dr. Sean Collins dari Louisiana State University dan timnya menemukan bahwa pria dewasa yang baru saja disunat melaporkan tidak adanya perbedaan pada fungsi seksual setelah prosedur tersebut.
Pada hasil penelitian tersebut juga mencatat, meskipun melaporkan penurunan dalam fungsi seksual mereka, 62% pria tersebut mengatakan kalau mereka puas dengan hasil prosedur ini. Dan yang jelas, kehidupan seksual dengan pasangan jadi lebih higienis.
Ketika seorang anak menghampiri Hendry (40) saat sedang bercengkrama dengan beberapa kerabatnya menanyakan bagaimana rasanya di sunat, dan mengapa harus disunat, sontak muka Hendry menjadi merah merona. Bukan lantaran anak kecil itu bertanya di depan orang banyak, namun karena Hendry malu menceritakan pengalamannya saat disunat beberapa tahun lalu.
Pasalnya, Hendry melakukan sunat ketika usianya 38 tahun atau telah usia memasuki dewasa madya. Tak hanya itu, dia pun harus melakukan sunat hingga tiga kali dalam kurun waktu tiga tahun. Ketika usianya 38 tahun, ada infeksi di penis Hendry, sehingga dokter menyaran untuk segera dilakukan sirkumsisi atau sunat agar tidak menggangu kesehatan reproduksinya.
Saran dokter itupun diturutinya, namun karena alasan malu dan tidak ingin orang lain tahu, dia pun melakukan sunat dengan pertolongan seorang mantri. Ternyata pada sunat yang pertama, hasilnya tidak sempurna, masih ada bagian kulit yang masih kepanjangan. Walhasil, penisnya seakan mempunyai ‘jengger’ seperti ayam jago, dan tiap kali berhubungan badan dengan istrinya, hal itu menjadi bahan tertawaan.
Akhirnya Hendry memutuskan untuk kembali melakukan sirkumsisi. Akan tetapi kali ini dia lakukan dengan bantuan dokter bedah. Pada usia 39 tahun itulah Hendry disunat lagi oleh dokter bedah. Tapi masih juga kurang puas karena penisnya masih punya 'jengger' di sampingnya dengan kulit penis bagian atas dan bawah cukup ketat.
Yang paling menyedihkan, kalau sedang ereksi bentuknya jadi agak menunduk ke bawah. Sedangkan kalau sedang tidak ereksi, ‘jengger’ itu menggantung. Akhirnya, setahun kemudian Hendry kembali disunat untuk yang ketiga kalinya oleh dokter bedah. Setelah sunat yang ketiga kali inilah, dia baru merasa puas. Bentuk penisnya jadi tegak sempurna, tanpa jengger dan bekas luka (scar), rapi seolah-olah disunat sekali dari awal secara sempurna.
Dokter Barlian Sutedja, Sp.B dari RS. Gading Pluit, Jakarta, mengungkapkan bahwa bagi kaum Adam di Indonesia, masalah sirkumsisi atau sunat bukan suatu hal yang perlu dipertentangkan. Hampir tiap anak laki-laki yang jelang masa pubertas telah melakukan sunat, bahkan jika tidak disunat beberapa anak menjadi malu dan tidak mau bermain kembali dengan temannya.
Mungkin karena tradisi, sunat dianggap biasa dan sesuai dengan ajaran agama. Padahal saat ini sunat tak hanya lagi dipandang sebagai suatu kewajiban agama yang dianutnya, namun lebih karena sebagian besar pria telah sadar bahwa sunat baik bagi kesehatan.
Baik bagi kesehatan
-------------------------
Meski jamak dilakukan, tetapi ketika seorang pria dewasa mendadak diharuskan sunat oleh dokter, tentulah hatinya gentar. Apalagi bila ia tidak merasa punya keluhan seksual ataupun ada yang aneh pada penisnya.
Menurut dr. Barlian, sunat di usia dewasa tak melulu berdasarkan dalil agama saja, tapi sunat juga dilakukan dengan alasan kesehatan. Seperti pada penderita phimosis atau penyempitan kulit pada penis bagian atas. Penyempitan yang terjadi akibat kotoran dan infeksi yang berulang pada penis itu.
Jika penyempitan ini tak segera diatasi, dapat menggangu aktivitas seksual pria tersebut. Pasalnya, hal itu menimbulkan rasa sakit pada pria saat berhubungan intim, sehingga dia merasa tidak nyaman. Tak jarang pria yang terkena penyempitan kulit kulup penis ini juga menjadi tidak percaya diri dan malu, karena dia merasa tidak bisa memuaskan pasangannya.
Dengan melakukan sunat, penyempitan kulup penis tersebut dapat dihindari. Selain itu, secara medis sangat menguntungkan. Banyak penyakit yang dapat dihindarkan dengan sirkumsisi, misalnya phimosis, paraphimosis, candidiasis, tumor ganas dan praganas, pada daerah kelamin pria.
Pria yang disunat lebih higienis, pada masa tua lebih mudah merawat bagian tersebut, dan secara seksualitas lebih menguntungkan seperti lebih bersih, tidak mudah lecet/iritasi, dan juga terhindar dari ejakulasi dini. Keuntungan lainnya adalah mencegah penumpukan smegma, yaitu zat lengket, berwama putih yang sering berbau tidak sedap yang berasal dari lemak yang diproduksi tubuh yang bercampur bakteri dan sisa-sisa urine.
Sunat juga dapat mengurangi sisa-sisa kotoran yang ada di sekitar kepala penis dan lipatan kulit yang agak sempit. Walau diakui dr. Barlian, kotoran smegma pada penis tidak berbahaya bagi pria, namun smegma itu dapat menjadi bahaya bagi wanita yang melakukan hubungan intim dengan pria tersebut.
Berdasarkan data dalam sebuah jurnal kesehatan, menyebutkan kotoran smegma yang berwarna putih susu pada penis tersebut dapat mengakibatkan gangguan pada rahim pasangannya. Pasalnya kotoran itu dapat merangsang terjadinya radang dan infeksi pada mulut rahim. Bahkan, ketika infeksi tersebut dibiarkan dapat menyebabkan kanker mulut rahim.
Dengan disunat, kebersihan penis lebih mudah dijaga. Apalagi saat ini sunat hampir tak mengeluarkan darah dan lukanya mudah sembuh. “Sunat merupakan operasi kecil yang bertujuan membuka kulup sehingga kepala penis ada dalam keadaan terbuka. Cara melakukan sirkumsisi ada beberapa cara, di antaranya dipotong dengan gunting atau pisau, sunat dengan pemotongan listrik, diklip dengan plastik, dan sunat laser,” jelas dokter yang jebolan dari salah satu universitas di Jerman ini.
Beberapa waktu belakangan ini, sunat laser lebih banyak dipilih kaum pria karena tidak terlalu sakit, sedikit pendarahan, dan luka bekas sayatan cepat kering. Sunat dengan laser adalah tehnik baru yang pemotongannya dilakukan dengan menggunakan sinar laser. Oleh karena itu pendarahan yang biasanya banyak terjadi pada orang dewasa karena telah banyaknya pembuluh darah di penis, menjadi sangat berkurang, bahkan nyaris tak ada.
Selain itu, luka pemotongan menjadi lebih cepat kering dan mengurangi kemungkinan terjadinya infeksi lebih lanjut. Karena luka yang cepat kering itulah, maka penyembuhannya tentu akan menjadi lebih cepat dibandingkan dengan tehnik konvensional yang memakai gunting atau pisau bedah.
“Dengan kata lain, dengan melakukan sunat memakai laser tidak perlu mengganggu aktivitas seperti bekerja dan bersekolah karena pendarahan yang ditakutkan kecil kemungkinannya terjadi. Tehnik ini diawali dengan memakai bius lokal, yaitu dengan memberikan suntikan seperti sunat konvensional lainnya,” jelas dr. Barlian. Jadi praktis nyeri yang terjadi hanya pada saat disuntik.
Efek sunat terhadap seksualitas
----------------------------------
Sayangnya, selama ini banyak orang menghubungan sunat dengan peningkatan aktivitas seksual. Bahkan konon, sunat di usia dewasa kerap dihubung-hubungkan dengan ketidakpuasan dengan penisnya. Ketidakpuasaan ini menyangkut berbagai hal, mulai dari ukuran, warna, sampai bentuk fungsinya, baik yang menyalurkan urine ataupun sperma.
Anehnya, ketidak puasan ini biasanya lebih banyak muncul dari ukuran, warna, dan bentuknya. Bukan karena fungsinya.
Hal ini disebabkan adanya mitos-mitos seks yang sudah terlajur melekat di benak kita. Padahal pria yang kurang keperkasaannya, boleh jadi akibat adanya gangguan infeksi pada saluran reprosuksinya, atau pria tersebut mempunyai masalah psikologis yang mengurangi gairah seksnya.
Meskipun ada anekdot yang mengatakan bahwa penis yang disunat jadi kurang sensitif dibandingkan yang tidak sunat, tetapi pendapat ini tidak didukung dengan suatu penelitian yang menunjukkan bahwa sunat berpengaruh terhadap kenikmatan seksual atau tidak, sampai adanya hasil kedua penelitian ini.
Padahal, kata dr. Barlian lebih lanjut, sunat atau tidak, seorang pria dapat tetap perkasa di atas ranjang, asalkan tubuhnya dalam kodisi sehat. Selain itu, sunat hanyalah memotong bagian kulit luar penis yang menutup bagian atas penis sehingga kepala penis menjadi lebih terbuka dan mudah dibersihkan.
Memang, dalam beberapa situs jurnal kesehatan mengungkapkan adanya suatu penelitian, menunjukkan bahwa pria dewasa yang menjalani sunat dilaporkan mengalami penurunan fungsi ereksi dan sensitivitas penis setelah menjalani prosedur ini.
Namun pada penelitian lain, berdasarkan hasil dari kelompok pasien yang lebih kecil, Dr. Sean Collins dari Louisiana State University dan timnya menemukan bahwa pria dewasa yang baru saja disunat melaporkan tidak adanya perbedaan pada fungsi seksual setelah prosedur tersebut.
Pada hasil penelitian tersebut juga mencatat, meskipun melaporkan penurunan dalam fungsi seksual mereka, 62% pria tersebut mengatakan kalau mereka puas dengan hasil prosedur ini. Dan yang jelas, kehidupan seksual dengan pasangan jadi lebih higienis.