Organ hati dalam tubuh manusia banyak fungsinya. Selain menyimpan lemak dan berbagai nutrisi yang diperlukan, hati juga menjadi penyaring zat-zat racun yang membahayakan tubuh. Ketika fungsinya gagal, transplantasi hati menjadi pilihan terakhir.
Tahun lalu, kabar cendekiawan muslim Nurcholish Madjid atau biasa disapa Cak Nur menderita penyakit hepatitis kronis, muncul di beberapa media massa. Dokter menyarankan beliau untuk menjalani transplantasi hati di Cina karena di Indonesia tak tersedia fasilitas itu. Pertimbangan lain adalah di Cina juga Singapura, transplantasi hati telah banyak dilakukan dan tersedia banyak organ donor.
Ada beberapa kasus transplantasi hati yang dilakukan oleh orang Indonesia di luar negeri. Di Indonesia belum tersedia karena biayanya mahal. Selain itu, di sini masih sulit mendapatkan organ donor. Alasan berikutnya, teknologi untuk melakukan operasi transplantasi hati belum dikuasai. Meskipun beberapa dokter di Indonesia sudah mengetahui proses tranplantasi yang umumnya dilakukan oleh orang dewasa usia 40 tahun ke atas ini, namun tetap saja teknologi belum mendukung.
Berbeda halnya dengan transplantasi ginjal, yang sudah umum dilakukan di negara kita karena relatif lebih mudah dilakukan daripada transplantasi hati. Karena setiap orang memiliki dua ginjal dalam tubuhnya. Tidak berbahaya jika seseorang mendonorkan satu ginjalnya. Sedangkan donor hati, meskipun dapat didonorkan separuhnya, tetap bahaya risikonya bagi pendonor.
Cadaver dan living donor
Organ hati berbeda dengan ginjal. Pembuluh darah ginjal terpisah satu sama lain, sedangkan pembuluh darah pada hati menjadi satu. Jika hati akan didonorkan separuhnya, akan sulit membelah pembuluh darahnya. Demikian penjelasan dr. Hermansyur Kartowisastro, SpBKBD, Direktur Utama RS Pondok Indah Jakarta. Kesulitan pembelahan itulah yang menyebabkan lamanya operasi transplantasi hati yang berasal dari living donor (donor hidup), yaitu sekitar 18 jam. Sedangkan operasi transplantasi hati yang berasal dari cadaver donor (donor yang telah meninggal dunia) berjalan selama delapan jam.
Secara umum transplantasi dilakukan jika fungsi organ itu telah gagal. “Ada beberapa mesin yang dapat menggantikan fungsi organ sementara. Misalnya, hemodialisis yang dilakukan pada penderita gagal ginjal, sehingga pencucian darah dapat dilakukan oleh hemodialisis tersebut. Ada yang bertahun-tahun menjalaninya, ada yang menjalaninya sambil menunggu ada donor ginjal,” ujarnya. Namun untuk hati, tidak ada mesin pengganti. Sehingga tidak banyak waktu untuk mencari donor.
Di Singapura, organ donor lebih banyak berasal dari living donor. Sedangkan di Cina lebih banyak cadaver donor. Di negara maju, umumnya memiliki daftar pasien yang sudah mulai mengalami gagal organ. Selain itu juga terdapat daftar donor-donor yang mau menyumbangkan organ tubuhnya ketika dia meninggal dunia. Lengkap dengan tipe setiap organ tubuh.
“Tentunya, di negara lain, persediaan donor organ lebih diprioritaskan untuk masyarakatnya. Di Cina tersedia banyak organ donor, bahkan di satu rumah sakit di Cina, dalam seminggu bisa dilakukan 12 transplantasi ginjal. Jika gagal, dapat ganti dengan organ donor lainnya. Bisa dibayangkan betapa banyaknya organ tersedia, teknologinya pun terbuka. Karena banyak donor, dokternya pun banyak pengalaman transplantasi,” tutur dr. Hermansyur. Demikian juga dengan tranplantasi hati, meskipun operasinya lebih rumit, namun di sana ada seorang dokter yang sudah menangani 200 kali transplantasi hati.
Gagal hati
-------------------------
Fungsi organ hati yang gagal pada umumnya karena sirosis hati. “Tapi ada juga transplantasi hati karena kanker, yang sekarang juga bisa dilakukan,” ujar dr. Hermansyur. Pada sirosis hati, umumnya karena penyakit hepatitis yang diderita pasien, yaitu akibat serangan virus. Dokter yang lahir di Pekalongan 64 tahun yang lalu ini menambahkan, seseorang yang ditransplantasi hatinya, virus hepatitis yang ada dalam darah tetap harus diobati, karena kemungkinan kambuh tetap ada.
Dokter dapat menganjurkan untuk transplantasi hati ketika gagal hati, namun keputusan tetap pada pasien. Untuk melakukan transplantasi hati, seperti operasi lainnya juga diawali dengan beberapa prosedur. “Awalnya, kita periksa dulu, seberapa jauh indikasi atau petunjuk-petunjuk yang menyatakan bahwa ia harus menjalani tranplantasi hati, dengan melihat fungsi hati pasien tersebut,” papar dokter lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini.
Penderita juga akan dilihat kondisi tubuh dan penyakitnya secara keseluruhan. “Jika fungsi hatinya gagal, lalu dia punya penyakit paru-paru misalnya, operasi tidak bisa dilakukan,” ujarnya. Selain itu, daya tahan tubuh pasien, kondisi darah, jantung, juga harus diperhatikan untuk mengetahui apakah pasien tersebut dapat menjalani transplantasi hati.
Jika sudah mengetahui indikasi organ hati akan gagal dan perlu transplantasi, kemudian fungsi tubuh pasien baik, maka selanjutnya dokter mencari apa tipe hatinya. Semua pihak yang terkait akan mencari donor seperti apa yang dibutuhkan. “Pemeriksaan pun dilakukan kembali. Transplantasi apa pun harus dicari organ donor yang cocok, baik dari keluarga maupun orang lain,” jelas dr. Hermansyur.
Persiapan donor harus diperhatikan, mulai dari kecocokannya, ukuran organ, golongan darah, golongan sel, harus cocok. Setelah ditemukan kecocokan, dilakukan pencocokan silang. Jika sudah cocok, maka disiapkan untuk menjalani operasi. Persiapan operasi ini membutuhkan waktu dua minggu atau beberapa hari. “Jika sudah siap, pemeriksaan sebelumnya yaitu periksa kondisi paru, jantung, darah, ginjal, dan lainnya dapat dilakukan di Indonesia. Jadi pasien tidak perlu lama di luar negeri,” ujar dokter yang menangani Cak Nur di Indonesia.
Penolakan hati baru
-------------------------
Hati yang baru ditransplantasikan dalam tubuh pasien yang membutuhkan, harus memiliki waktu untuk mulai berfungsi. Sehingga perlu perawatan yang cukup ketat agar tidak timbul masalah. Salah satunya, harus dilihat apakah terjadi penolakan hati yang baru. “Ada penolakan yang akut. Hal ini dapat menimbulkan kegagalan fungsi hati, tapi biasanya dokter akan memberi obat-obat anti penolakan. Jika tidak diperhatikan khusus, dapat berakibat terjadinya penolakan yang terlambat. Dan masalahnya tidak ada donor hati lagi, juga tidak ada mesin yang menggantikan hati seperti hemodialisis pada ginjal,” papar dr. Hermansyur panjang lebar.
Pasca operasi, dapat juga terjadi infeksi yang berat. Infeksi dapat diatasi dengan pemberian antibiotik, namun masih bisa terjadi penolakan. Untuk itu, keseimbangan sistem tubuh pasien harus terus dijaga. Jangan sampai pasien terinfeksi virus. Misalnya saja, menjaga agar tidak ada pengunjung pasien yang sedang terkena flu. “Sehingga perawatan pasca bedah memang harus hebat, seluruh keluarga dan dokter harus membantu. Semangat pasien pun wajib diperhatikan,” ungkap dr. Hermansyur.
Masa pemulihan bisa tiga atau lima bulan atau ada yang lebih lama. Ada yang cepat sembuh tapi ada juga yang kambuhnya cepat. Jadi, memang indikasi transplantasi sangat penting.
Gagal organ jika tidak segera diganti akan meninggal dunia dalam waktu cepat. Namun, jika ada kanker di hati dan kanker ini sudah menyebar ke organ lain, tidak bisa ditransplantasi. “Karena percuma saja. Kalau masih terlokalisir di hati masih bisa transplantasi. Jadi, syarat transplantasi harus dipelajari dengan baik, kondisi tubuh pasien harus diperiksa secara holistik,” tambahnya lagi.
Setelah operasi transplantasi hati, pasien harus melakukan pemeriksaan rutin dengan ketat dan teratur. Ia juga harus minum obat anti penolakan dalam waktu yang cukup lama, kadang seumur hidup ia harus minum obat. Penyesuaian diri juga harus dilakukan, padahal hal ini kadang tidak disukai. “Ia harus mengubah pola makan, jika dulu suka makan jeroan yang mengakibatkan hatinya bekerja keras, sekarang harus dihindari. Ia juga harus menjaga diri dan disiplin,” anjur dr. Hermansyur.
Banyak yang harus dilakukan penderita gagal hati setelah ia melakukan transplantasi hati. Selain pengaturan makanan, istirahat cukup, ia juga harus kontrol ke dokter secara teratur. Mengingat bahwa hati yang telah ditransplantasikan bisa sakit kembali.
Dan di luar hal ini, menjaga kesehatan serta kebersihan akan lebih menguntungkan karena dapat mencegah penyakit. Menjaga kesehatan juga tidak mahal, daripada suatu saat berisiko melakukan transplantasi hati dengan biaya operasi sekitar 1,3-2,5 milyar rupiah, lebih baik menjaga kesehatan dan memiliki pola hidup sehat sejak dini.
Tahun lalu, kabar cendekiawan muslim Nurcholish Madjid atau biasa disapa Cak Nur menderita penyakit hepatitis kronis, muncul di beberapa media massa. Dokter menyarankan beliau untuk menjalani transplantasi hati di Cina karena di Indonesia tak tersedia fasilitas itu. Pertimbangan lain adalah di Cina juga Singapura, transplantasi hati telah banyak dilakukan dan tersedia banyak organ donor.
Ada beberapa kasus transplantasi hati yang dilakukan oleh orang Indonesia di luar negeri. Di Indonesia belum tersedia karena biayanya mahal. Selain itu, di sini masih sulit mendapatkan organ donor. Alasan berikutnya, teknologi untuk melakukan operasi transplantasi hati belum dikuasai. Meskipun beberapa dokter di Indonesia sudah mengetahui proses tranplantasi yang umumnya dilakukan oleh orang dewasa usia 40 tahun ke atas ini, namun tetap saja teknologi belum mendukung.
Berbeda halnya dengan transplantasi ginjal, yang sudah umum dilakukan di negara kita karena relatif lebih mudah dilakukan daripada transplantasi hati. Karena setiap orang memiliki dua ginjal dalam tubuhnya. Tidak berbahaya jika seseorang mendonorkan satu ginjalnya. Sedangkan donor hati, meskipun dapat didonorkan separuhnya, tetap bahaya risikonya bagi pendonor.
Cadaver dan living donor
Organ hati berbeda dengan ginjal. Pembuluh darah ginjal terpisah satu sama lain, sedangkan pembuluh darah pada hati menjadi satu. Jika hati akan didonorkan separuhnya, akan sulit membelah pembuluh darahnya. Demikian penjelasan dr. Hermansyur Kartowisastro, SpBKBD, Direktur Utama RS Pondok Indah Jakarta. Kesulitan pembelahan itulah yang menyebabkan lamanya operasi transplantasi hati yang berasal dari living donor (donor hidup), yaitu sekitar 18 jam. Sedangkan operasi transplantasi hati yang berasal dari cadaver donor (donor yang telah meninggal dunia) berjalan selama delapan jam.
Secara umum transplantasi dilakukan jika fungsi organ itu telah gagal. “Ada beberapa mesin yang dapat menggantikan fungsi organ sementara. Misalnya, hemodialisis yang dilakukan pada penderita gagal ginjal, sehingga pencucian darah dapat dilakukan oleh hemodialisis tersebut. Ada yang bertahun-tahun menjalaninya, ada yang menjalaninya sambil menunggu ada donor ginjal,” ujarnya. Namun untuk hati, tidak ada mesin pengganti. Sehingga tidak banyak waktu untuk mencari donor.
Di Singapura, organ donor lebih banyak berasal dari living donor. Sedangkan di Cina lebih banyak cadaver donor. Di negara maju, umumnya memiliki daftar pasien yang sudah mulai mengalami gagal organ. Selain itu juga terdapat daftar donor-donor yang mau menyumbangkan organ tubuhnya ketika dia meninggal dunia. Lengkap dengan tipe setiap organ tubuh.
“Tentunya, di negara lain, persediaan donor organ lebih diprioritaskan untuk masyarakatnya. Di Cina tersedia banyak organ donor, bahkan di satu rumah sakit di Cina, dalam seminggu bisa dilakukan 12 transplantasi ginjal. Jika gagal, dapat ganti dengan organ donor lainnya. Bisa dibayangkan betapa banyaknya organ tersedia, teknologinya pun terbuka. Karena banyak donor, dokternya pun banyak pengalaman transplantasi,” tutur dr. Hermansyur. Demikian juga dengan tranplantasi hati, meskipun operasinya lebih rumit, namun di sana ada seorang dokter yang sudah menangani 200 kali transplantasi hati.
Gagal hati
-------------------------
Fungsi organ hati yang gagal pada umumnya karena sirosis hati. “Tapi ada juga transplantasi hati karena kanker, yang sekarang juga bisa dilakukan,” ujar dr. Hermansyur. Pada sirosis hati, umumnya karena penyakit hepatitis yang diderita pasien, yaitu akibat serangan virus. Dokter yang lahir di Pekalongan 64 tahun yang lalu ini menambahkan, seseorang yang ditransplantasi hatinya, virus hepatitis yang ada dalam darah tetap harus diobati, karena kemungkinan kambuh tetap ada.
Dokter dapat menganjurkan untuk transplantasi hati ketika gagal hati, namun keputusan tetap pada pasien. Untuk melakukan transplantasi hati, seperti operasi lainnya juga diawali dengan beberapa prosedur. “Awalnya, kita periksa dulu, seberapa jauh indikasi atau petunjuk-petunjuk yang menyatakan bahwa ia harus menjalani tranplantasi hati, dengan melihat fungsi hati pasien tersebut,” papar dokter lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini.
Penderita juga akan dilihat kondisi tubuh dan penyakitnya secara keseluruhan. “Jika fungsi hatinya gagal, lalu dia punya penyakit paru-paru misalnya, operasi tidak bisa dilakukan,” ujarnya. Selain itu, daya tahan tubuh pasien, kondisi darah, jantung, juga harus diperhatikan untuk mengetahui apakah pasien tersebut dapat menjalani transplantasi hati.
Jika sudah mengetahui indikasi organ hati akan gagal dan perlu transplantasi, kemudian fungsi tubuh pasien baik, maka selanjutnya dokter mencari apa tipe hatinya. Semua pihak yang terkait akan mencari donor seperti apa yang dibutuhkan. “Pemeriksaan pun dilakukan kembali. Transplantasi apa pun harus dicari organ donor yang cocok, baik dari keluarga maupun orang lain,” jelas dr. Hermansyur.
Persiapan donor harus diperhatikan, mulai dari kecocokannya, ukuran organ, golongan darah, golongan sel, harus cocok. Setelah ditemukan kecocokan, dilakukan pencocokan silang. Jika sudah cocok, maka disiapkan untuk menjalani operasi. Persiapan operasi ini membutuhkan waktu dua minggu atau beberapa hari. “Jika sudah siap, pemeriksaan sebelumnya yaitu periksa kondisi paru, jantung, darah, ginjal, dan lainnya dapat dilakukan di Indonesia. Jadi pasien tidak perlu lama di luar negeri,” ujar dokter yang menangani Cak Nur di Indonesia.
Penolakan hati baru
-------------------------
Hati yang baru ditransplantasikan dalam tubuh pasien yang membutuhkan, harus memiliki waktu untuk mulai berfungsi. Sehingga perlu perawatan yang cukup ketat agar tidak timbul masalah. Salah satunya, harus dilihat apakah terjadi penolakan hati yang baru. “Ada penolakan yang akut. Hal ini dapat menimbulkan kegagalan fungsi hati, tapi biasanya dokter akan memberi obat-obat anti penolakan. Jika tidak diperhatikan khusus, dapat berakibat terjadinya penolakan yang terlambat. Dan masalahnya tidak ada donor hati lagi, juga tidak ada mesin yang menggantikan hati seperti hemodialisis pada ginjal,” papar dr. Hermansyur panjang lebar.
Pasca operasi, dapat juga terjadi infeksi yang berat. Infeksi dapat diatasi dengan pemberian antibiotik, namun masih bisa terjadi penolakan. Untuk itu, keseimbangan sistem tubuh pasien harus terus dijaga. Jangan sampai pasien terinfeksi virus. Misalnya saja, menjaga agar tidak ada pengunjung pasien yang sedang terkena flu. “Sehingga perawatan pasca bedah memang harus hebat, seluruh keluarga dan dokter harus membantu. Semangat pasien pun wajib diperhatikan,” ungkap dr. Hermansyur.
Masa pemulihan bisa tiga atau lima bulan atau ada yang lebih lama. Ada yang cepat sembuh tapi ada juga yang kambuhnya cepat. Jadi, memang indikasi transplantasi sangat penting.
Gagal organ jika tidak segera diganti akan meninggal dunia dalam waktu cepat. Namun, jika ada kanker di hati dan kanker ini sudah menyebar ke organ lain, tidak bisa ditransplantasi. “Karena percuma saja. Kalau masih terlokalisir di hati masih bisa transplantasi. Jadi, syarat transplantasi harus dipelajari dengan baik, kondisi tubuh pasien harus diperiksa secara holistik,” tambahnya lagi.
Setelah operasi transplantasi hati, pasien harus melakukan pemeriksaan rutin dengan ketat dan teratur. Ia juga harus minum obat anti penolakan dalam waktu yang cukup lama, kadang seumur hidup ia harus minum obat. Penyesuaian diri juga harus dilakukan, padahal hal ini kadang tidak disukai. “Ia harus mengubah pola makan, jika dulu suka makan jeroan yang mengakibatkan hatinya bekerja keras, sekarang harus dihindari. Ia juga harus menjaga diri dan disiplin,” anjur dr. Hermansyur.
Banyak yang harus dilakukan penderita gagal hati setelah ia melakukan transplantasi hati. Selain pengaturan makanan, istirahat cukup, ia juga harus kontrol ke dokter secara teratur. Mengingat bahwa hati yang telah ditransplantasikan bisa sakit kembali.
Dan di luar hal ini, menjaga kesehatan serta kebersihan akan lebih menguntungkan karena dapat mencegah penyakit. Menjaga kesehatan juga tidak mahal, daripada suatu saat berisiko melakukan transplantasi hati dengan biaya operasi sekitar 1,3-2,5 milyar rupiah, lebih baik menjaga kesehatan dan memiliki pola hidup sehat sejak dini.