PERNIKAHAN bagaimana pun merupakan sesuatu yang begitu sakral. Ini merupakan institusi yang menyatukan dua insan lawan jenis untuk berkomitmen dan menjalani bahtera hidup bersama-sama.
Di awal-awal pernikahan, sepasang suami istri biasanya selalu merasakan betapa manis serta indahnya kehidupan termasuk fase bulan madu (honeymoon). Namun tak jarang keindahan dan manisnya penikahan itu kemudian berkurang dan bahkan menjadi luntur seiring berjalannya waktu. Komitmen pernikahan dua insan ini pun lalu harus melewat berbagai ujian serta cobaan hidupsebenarnya di tengah kerasnya kehidupan.
Ada yang berpendapat bahwa masa-masa indah sebuah penikahan biasanya paling lama berlangsung sekitar tujuh tahun saja. Karena setelah itu, yang justru lebih dominan adalah perselisihan dan konflik dalam rumah tangga.
Yang lebih menarik lagi, menurut hasil analisis sebuah riset, para pasangan yang sudah siap menikah tampaknya harus lebih menyiapkan lagi mental mereka. Karena faktanya, keindahan sebuah pernikahan ternyata tidak dapat bertahan lebih lama dari lima tahun saja!
Seperti dikabarkan Skynews, para ahli berhasil mengidentifikasi bahwa pasangan suami istri biasnya mulai terlibat konflik satu sama lain setelah empat tahun. Dan mereka berada pada puncak risiko di ambang perceraian tak lama setelah merayakan ultah pernikahan mereka yang kelima. Sungguh sangat ironis!.
Peraih nobel asal Amerika Serikat professor Daniel Kahneman, memperingatkan jika sepasang suami istri harus melewati fase yang berat seperti ini, peluang mereka untuk terus bersama menjadi tidak pasti.
Studi ini, menurut Daniel menunjukkan kepada kita bahwa perasaan positif dari pernikahan bisa sangat cepat berlalu. Kebahagiaan dari perasaan jatuh cinta, membuat perencanaan dan kemudian memutuskan menikah awalnya membuat kedua belah pihak sangat senang.
Namun karena sudah menjadi suatu yang alami bahwa manusia memiliki keterbatasan dalam hal rentang perhatian, tingkat kepuasan pun relatif menjadi tidak dapat dipertahankan oleh setiap pasangan.
Ia menambahkan, manfaat pernikahan seringkali di anggap mendatangkan tuntutan pekerjaan rumah tangga dan membuat waktu mengunjungi teman menjadi lebih sedikit.
Sementara itu mereka yang masih melajang lebih suka menyendiri dan jarang melakukan hubungan seks, mereka punya kebebasan yang lebih besar, lebih banyak bersolisasi dan jarang melakukan pekerjaan rumah tangga.
Berbicara dalam Konferensi British Psychological Society di Dublin, Prof Kahneman dari Princeton University New Jersey, mengatakan : ¨Ada sebuah keseimbangan antara biaya dan manfaat menikah dalam konteks sebuah pernikahan.¨
¨Orang mejadi lebih sering melakukan hubungan seks dan jarang mengalami kesepian. Dan ia harus membayarnya dalam bentuk yang lain. Setiap orang memiliki ekpektasi tertentu dan kehidupan tidak selalu sesuai dengan keinginan mereka,¨ ungkap Prof. Kahneman.
Di awal-awal pernikahan, sepasang suami istri biasanya selalu merasakan betapa manis serta indahnya kehidupan termasuk fase bulan madu (honeymoon). Namun tak jarang keindahan dan manisnya penikahan itu kemudian berkurang dan bahkan menjadi luntur seiring berjalannya waktu. Komitmen pernikahan dua insan ini pun lalu harus melewat berbagai ujian serta cobaan hidupsebenarnya di tengah kerasnya kehidupan.
Ada yang berpendapat bahwa masa-masa indah sebuah penikahan biasanya paling lama berlangsung sekitar tujuh tahun saja. Karena setelah itu, yang justru lebih dominan adalah perselisihan dan konflik dalam rumah tangga.
Yang lebih menarik lagi, menurut hasil analisis sebuah riset, para pasangan yang sudah siap menikah tampaknya harus lebih menyiapkan lagi mental mereka. Karena faktanya, keindahan sebuah pernikahan ternyata tidak dapat bertahan lebih lama dari lima tahun saja!
Seperti dikabarkan Skynews, para ahli berhasil mengidentifikasi bahwa pasangan suami istri biasnya mulai terlibat konflik satu sama lain setelah empat tahun. Dan mereka berada pada puncak risiko di ambang perceraian tak lama setelah merayakan ultah pernikahan mereka yang kelima. Sungguh sangat ironis!.
Peraih nobel asal Amerika Serikat professor Daniel Kahneman, memperingatkan jika sepasang suami istri harus melewati fase yang berat seperti ini, peluang mereka untuk terus bersama menjadi tidak pasti.
Studi ini, menurut Daniel menunjukkan kepada kita bahwa perasaan positif dari pernikahan bisa sangat cepat berlalu. Kebahagiaan dari perasaan jatuh cinta, membuat perencanaan dan kemudian memutuskan menikah awalnya membuat kedua belah pihak sangat senang.
Namun karena sudah menjadi suatu yang alami bahwa manusia memiliki keterbatasan dalam hal rentang perhatian, tingkat kepuasan pun relatif menjadi tidak dapat dipertahankan oleh setiap pasangan.
Ia menambahkan, manfaat pernikahan seringkali di anggap mendatangkan tuntutan pekerjaan rumah tangga dan membuat waktu mengunjungi teman menjadi lebih sedikit.
Sementara itu mereka yang masih melajang lebih suka menyendiri dan jarang melakukan hubungan seks, mereka punya kebebasan yang lebih besar, lebih banyak bersolisasi dan jarang melakukan pekerjaan rumah tangga.
Berbicara dalam Konferensi British Psychological Society di Dublin, Prof Kahneman dari Princeton University New Jersey, mengatakan : ¨Ada sebuah keseimbangan antara biaya dan manfaat menikah dalam konteks sebuah pernikahan.¨
¨Orang mejadi lebih sering melakukan hubungan seks dan jarang mengalami kesepian. Dan ia harus membayarnya dalam bentuk yang lain. Setiap orang memiliki ekpektasi tertentu dan kehidupan tidak selalu sesuai dengan keinginan mereka,¨ ungkap Prof. Kahneman.