Angka tersebut diperoleh berdasarkan hasil survei sebuah lembaga yang rencananya dilakukan pada 3000 responden remaja, dan telah menjaring 957 responden remaja putri. Mereka mengaku telah mengalami kekerasan yang menjurus pada kekerasan seksual saat pacaran.
Perilaku kekerasan oleh kaum pria ini sendiri banyak terjadi pada mereka yang terjebak dalam "candu" pornografi. Kecanduan itu lantas menstimulasi pria melakukan pemaksaan atau jebakan seksual pada pasangannya agar mau berhubungan intim.
Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Meutia Farida Hatta mengatakan dating violence selalu menjurus ke arah pemaksaan secara seksual. "Pelaku akan menggunakan pemaksaan baik secara verbal maupun fisik dengan menunjukkan gambar-gambar porno untuk merangsang pasangannya agar mau berhubungan badan," ujar Meutia di saat konferensi pers di Kantor Kementerian Pemberdayaan Perempuan, Jakarta, Rabu (8/4).
Meutia mengungkapkan kekerasan seksual saat pacaran yang dialami remaja putri sebagian besar tidak diketahui orang tua korban. Orang tua umumnya baru mengetahui dan bereaksi saat keadaan makin buruk telah terjadi pada anaknya seperti hamil, aborsi, dan perkosaan.
Selain disebabkan kecanduan pornografi, perilaku kekerasan seksual tersebut turut dilatarbelakangi oleh kultur budaya Indonesia yang telah menciptakan pemikiran keliru bahwa lelaki mempunyai hak untuk mendominasi perempuan.
Untuk itu, pada kesempatan tersebut, Meutia mengimbau para orang tua dari pasangan pria agar membimbing dan mendidik putranya supaya menghormati perempuan pasangannya. Selain itu, komunikasi guna memberikan informasi dan edukasi kepada remaja tentang hak reproduksi perlu dilakukan agar para remaja tahu tentang dampak dating violenece.