SELAIN mitos tentang berhubungan seks dengan gadis muda atau perjaka membuat seseorang perkasa, juga beredar luas di masyarakat bahwa sering berhubungan seks dapat membuat kita awet muda. Di tengah masyarakat yang pengetahuan seksualnya rendah, mitos tentang seks ini dapat tumbuh subur dan diyakini sebagai suatu kebenaran. Demikian kata Prof. Wimpie Pangkahila, Sp.And.
Guru besar seksologi dan andrologi dari Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Bali ini menyatakan salah satu mitos lain tentang seks ialah hubungan seksual yang dilakukan seringkali dapat membuat orang awet muda dan panjang umur. Sama seperti mitos hubungan seksual dengan “daun muda”, maka mitos inipun tidak punya dasar ilmiah sehingga tidak seharusnya dipercaya.
Frekuensi hubungan seksual ditentukan oleh dorongan seksual, keadaan kesehatan tubuh, faktor psikik, dan pengalaman seksual sebelumnya. Tentu saja faktor tersebut juga berlaku bagi pasangannya. Karena itu frekuensi hubungan seksual tidak dapat ditentukan dengan pasti karena tergantung kepada kemauan dan kemampuan setiap pasangan.
Panjang dan tidaknya usia seseorang tidak ditentukan oleh seringnya melakukan hubungan seksual. Jadi bukan berarti semakin sering melakukan hubungan seksual, usia menjadi semakin panjang sehingga menjadi panjang umur. Justru sebaliknya yang mungkin terjadi. Karena faktor di atas mendukung, termasuk kesehatan tubuh, maka hubungan seksual sering dilakukan. Tetapi bila seseorang memaksa diri melakukan hubungan seksual yang sering padahal mengalami gangguan fisik tertentu, tentu bukan panjang umur yang dirasakan.
Beberapa faktor yang menentukan usia harapan hidup seseorang, menurut Wimpie adalah keadaan kesehatan tubuh dan jiwa, keadaan sosial ekonomi, keadaan gizi, dan faktor lingkungan khususnya yang berkaitan dengan kesehatan. Kalau faktor tersebut mendukung, maka usia harapan hidup menjadi lebih panjang. Sebagai contoh, karena keadaan kesehatan dan sosial ekonomi masyarakat lebih baik, maka usia harapan hidup manusia Indonesia saat ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pada masa awal kemerdekaan.
Guru besar seksologi dan andrologi dari Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Bali ini menyatakan salah satu mitos lain tentang seks ialah hubungan seksual yang dilakukan seringkali dapat membuat orang awet muda dan panjang umur. Sama seperti mitos hubungan seksual dengan “daun muda”, maka mitos inipun tidak punya dasar ilmiah sehingga tidak seharusnya dipercaya.
Frekuensi hubungan seksual ditentukan oleh dorongan seksual, keadaan kesehatan tubuh, faktor psikik, dan pengalaman seksual sebelumnya. Tentu saja faktor tersebut juga berlaku bagi pasangannya. Karena itu frekuensi hubungan seksual tidak dapat ditentukan dengan pasti karena tergantung kepada kemauan dan kemampuan setiap pasangan.
Panjang dan tidaknya usia seseorang tidak ditentukan oleh seringnya melakukan hubungan seksual. Jadi bukan berarti semakin sering melakukan hubungan seksual, usia menjadi semakin panjang sehingga menjadi panjang umur. Justru sebaliknya yang mungkin terjadi. Karena faktor di atas mendukung, termasuk kesehatan tubuh, maka hubungan seksual sering dilakukan. Tetapi bila seseorang memaksa diri melakukan hubungan seksual yang sering padahal mengalami gangguan fisik tertentu, tentu bukan panjang umur yang dirasakan.
Beberapa faktor yang menentukan usia harapan hidup seseorang, menurut Wimpie adalah keadaan kesehatan tubuh dan jiwa, keadaan sosial ekonomi, keadaan gizi, dan faktor lingkungan khususnya yang berkaitan dengan kesehatan. Kalau faktor tersebut mendukung, maka usia harapan hidup menjadi lebih panjang. Sebagai contoh, karena keadaan kesehatan dan sosial ekonomi masyarakat lebih baik, maka usia harapan hidup manusia Indonesia saat ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pada masa awal kemerdekaan.