PROSPEK obat herbal di Indonesia di masa mendatang akan cerah. Bila bahan-bahan herbal ini telah memenuhi syarat evidence based medicine, maka obat herbal akan menjadi jenis obat yang diminati masyarakat karena harganya terjangkau dan bahannya mudah didapat.
"Karena bila standarisasi bahan yang terkandung dalam syarat evidence based medicine itu dipenuhi, maka obat herbal dengan harga terjangkau dan bahan yang mudah didapat bisa terpenuhi," ujar Shierly dari Direktorat Obat Asli Indonesia Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam workshop Obat Herbal untuk Pembangunan Kesehatan di Mega Glodok Kemayoran, Jakarta Utara, Senin (11/8).
Menurut Shierly, hal yang paling mendasar yaitu standard operational procedur (SOP) dalam penanaman tumbuhan obat herbal.
"Karena kandungan logam berat bisa saja terdapat dalam tanaman obat karena jenis tanah yang sudah tercemar, ini yang harus diperhatikan, bagaimana standarisasi itu diperlukan untuk menjaga kualitas obat herbal," paparnya.
"Kalau obat herbal ini kan dari tanaman yang biasanya sudah digunakan masyarakat kita, jadi percobaan tidak perlu dimulai dari hewan, karena langsung pada manusia ya masyarakat itu sudah coba langsung ratusan tahun lalu dan tidak ada efek samping," tambahnya Shierly.
Sementara itu farmakolog Prof Amir Syarif dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) menyatakan bahwa keragaman tumbuhan darat dan laut sudah diolah dan dipasarkan, tetapi hampir sebagian besar dokter di Indonesia belum merekomendasikan penggunaan obat tradisional karena belum memenuhi standar akademik ilmiah (evidence based medicine).
"Di negara kita jumlah tanaman obat itu beraneka macam, tetapi sebagian besar dokter kita belum merekomendasikannya karena harus ada standarisasi bahan yang terkandung dalam obat herbal, itu syarat evidence based medicine," ujar Amir.
Standarisasi diperlukan, dikatakan Amir, harus ada hubungan antara dosis dengan efek obat herbal. "Kalau tidak distandarisasi maka dosisnya tidak bisa dipastikan, demikian pula efeknya," tutur Amir.