Scoliosis atau tulang bengkok pada usia 5 hingga 15 tahun harus diwaspadai. Bila dibiarkan hingga dewasa, kelainan tersebut tidak bisa dioperasi. Bahkan seseorang akan mengalami gangguan pernafasan.
Ahli Orthopedi dan Rematologi RSU dr Soetomo Surabaya, dr Ketut Martiana SpOrt(K) mengatakan, 2 ribu anak yang duduk di bangku sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah pertama (SMP) di Surabaya, yang sudah sudah diteliti telah ditemukan 4,1 persen mengalami tulang bengkok.
Setelah dilakukan pemeriksaan atau rontgen, yang mengalami bengkok hingga 10 derajat sebanyak 1,8 persen. Sedangkan yang lebih dari 10 derajat sebanyak 1 persen.
"Kelainan ini banyak dialami oleh perempuan. Sebab, kelainan ini faktor genetik dari ibu," katanya saat ditemuidi RS Internasional, Nginden Intan Barat, Surabaya.
Ia menambahkan, setiap kelipatan seribu angka kelahiran, ada 1 orang yang mengalami kelainan scoliosis. Meski begitu, kelainan ini tidak ada keluhan, namun kebanyakan para pasien banyak mengeluhkan bahunya bengkok atau tidak sama tingginya, serta dadanya tidak simetris.
"Sedangkan pasien yang datang berobat ke RSU dr Soetomo setiap minggunya, 2 hingga 3 pasien. Angka ini sudah terjadi peningkatan, sebab tahun sebelumnya dalam sebulan hanya 2 hingga 3 pasien," jelasnya.
Jika terbukti sudut yang melengkung lebih dari 45 derajat, lanjut dia, maka pasien wajib melakukan operasi. Namun jika sudut yang melengkung di bawah 25 derajat, maka hanya dilakukan fisioterapi atau exercise.
Fisioterapi tersebut, kata dia, dilakukan sehari dua kali selama 15 menit. Jika sudut melengkung 25 hingga 45 derajat, pada pasien usia 18 tahun diwajibkan melakukan exercise dengan alat brace (baju besi) sehari selama 4 minggu.
"Namun bila sudut melengkung sudah lebih dari 50 derajat hingga 90 derajat, maka kelainan tersebut tidak bisa dilakukan operasi. Bahkan seseorang akan mengalami gangguan pernafasan atau sesak," katanya