Pages

Subscribe:

Bokek dan Banyak Utang Pengaruhi IQ Seseorang



Tinggi rendahnya IQ seseorang biasanya ditentukan oleh pola makan atau perilaku sang ibu ketika ia masih dalam kandungan. Tapi sebenarnya pada kondisi tertentu, tingkat IQ seseorang juga bisa tinggi atau rendah. Menurut sebuah studi baru, salah satu kondisi yang dimaksud adalah bokek atau tak punya uang.

Untuk itu, peneliti menemukan orang-orang yang berpendapatan rendah mengalami penurunan IQ hingga 13 poin. Artinya mereka yang tidak memiliki banyak uang atau berpendapatan rendah itu lebih cenderung membuat keputusan yang buruk, seperti terlalu banyak berhutang, yang pada akhirnya menambah keterpurukan kondisi finansial mereka.

Sebaliknya ketika orang-orang yang berpendapatan rendah ini sudah tak lagi mengalami beban finansial, tingkat kepintaran mereka pun kembali ke level yang sama dengan orang-orang yang berpenghasilan tinggi.

Dengan kata lain rendahnya IQ bukanlah penyebab utama orang-orang memiliki gaji kecil, tapi yang benar adalah kondisi finansial yang buruklah yang membuat mereka menjadi tak begitu pandai.

"Bukan berarti orang yang miskin tak lebih pandai dari yang lain. Yang ingin kami perlihatkan adalah seseorang yang sedang jatuh miskin akan mengalami penurunan kemampuan kognitif, tapi hal sebaliknya akan terjadi jika ia tak lagi miskin," jelas peneliti yang juga pakar ekonomi Harvard University, Sendhil Mullainathan, seperti dilansir Daily Mail, Jumat (30/8/2013).

"Anda juga salah jika menganggap kapasitas kognitif seseorang akan semakin kecil karena mereka miskin. Faktanya, apa yang terjadi adalah kapasitas kognitif yang efektif dari merekalah yang mengecil karena banyaknya beban pikiran sehingga mereka tak bisa fokus ke salah satu hal saja," tambahnya.

Kemudian Mullainathan menggambarkan, individu yang memiliki masalah finansial itu layaknya komputer yang kinerjanya melambat karena dipaksa untuk melakukan lebih dari satu fungsi sekaligus.

Dalam studi yang dipublikasikan jurnal Science ini tim peneliti gabungan dari Amerika dan Inggris ini melakukan sejumlah percobaan di sebuah pusat perbelanjaan di Amerika. Kemudian mereka memilih 400 orang secara acak dan membagi mereka ke dalam dua kelompok; 'miskin' dan 'kaya', berdasarkan jumlah pendapatan mereka sebelum akhirnya meminta mereka melakukan tes IQ.

Sebelum percobaan, sebagian partisipan juga diminta untuk membayangkan bagaimana reaksi mereka ketika harus membayar USD 1.500 atau sekitar Rp 16,3 juta untuk memperbaiki mobil mereka yang mendadak rusak. Tujuannya adalah agar partisipan memfokuskan pemikirannya pada kondisi finansial mereka.

Hasilnya, partisipan yang miskin memiliki skor tes IQ yang jauh lebih rendah jika mereka diminta mempertimbangkan kondisi keuangan mereka, tapi si kaya tak terpengaruh apapun. Namun kelompok yang tidak diminta mempertimbangkan kondisi ekonominya memiliki skor tes IQ yang hampir sama, tak peduli berapapun pendapatan mereka.

Dalam tes kedua, peneliti sengaja bepergian ke pinggiran India dimana petani penghasil gula hanya dibayar satu kali dalam setahun. Ternyata ketika diminta untuk melakukan tes IQ, skor para petani ini terlihat jauh lebih baik di bulan-bulan awal setelah mereka gajian, dibandingkan bulan-bulan sebelumnya tentunya. Skornya sendiri rata-rata mencapai 10 poin.

"Kami melihat orang-orang yang sama sebulan sebelum dan sebulan setelah panen, dan ternyata kami menemukan ketika IQ-nya sedang tinggi, maka kendali kognitif atau kesalahan kerja mereka menurun, begitu pula dengan waktu respons atau cepat lambatnya mereka dalam merespons sesuatu," pungkas Mullainathan.(vit/vit)

Rahma Lillahi Sativa - detikHealth