Defenisi 
Acquired  Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome  (disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau sindrom)  yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat  infeksi virus HIV atau infeksi virus-virus lain yang mirip yang  menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan lain-lain).
Virusnya  sendiri bernama Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV) yaitu  virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena  virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik dan mudah  terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat  laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa  disembuhkan. 
HIV  menular terutama melalui hubungan seksual (termasuk mulut dan seks anal  ), terkontaminasi transfusi darah dan jarum suntik, dan dari ibu ke  anak selama kehamilan, persalinan, atau menyusui. Pencegahan infeksi  HIV, terutama melalui seks aman dan program pertukaran jarum suntik  adalah strategi kunci untuk mengendalikan penyakit ini. Tidak ada obat  atau vaksin, namun pengobatan antiretroviral dapat memperlambat  perjalanan penyakit dan dapat menyebabkan harapan hidup mendekati  normal. Sementara pengobatan antiretroviral mengurangi risiko kematian  dan komplikasi dari penyakit ini, obat ini mahal dan mungkin terkait  dengan efek samping.
Para  penelitian genetika mengungkapkan bahwa HIV berasal dari Barat-Afrika  Tengah selama awal abad kedua puluh. AIDS pertama kali diakui oleh Pusat  Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) pada tahun 1981 dan  penyebabnya HIV, yang diidentifikasi pada awal tahun 1980. Sejak  penemuannya telah menyebabkan hampir 30 juta kematian sampai 2009, dan  pada 2010, sekitar 34 juta orang telah terinfeksi HIV di seluruh dunia.  AIDS dianggap sebagai pandemi - wabah penyakit yang hadir pada lebih  area yang luas dan secara aktif menyebar.
HIV  / AIDS memiliki dampak besar pada masyarakat, baik sebagai penyakit dan  sebagai sumber diskriminasi . Penyakit ini juga memiliki dampak  signifikan pada ekonomi. Ada banyak kesalahpahaman tentang HIV / AIDS  seperti keyakinan bahwa hal itu dapat ditularkan oleh kasual kontak  non-seksual. Penyakit ini juga menjadi subyek banyak kontroversi yang  melibatkan agama. 
Review Tentang Virus HIV
Virus  HIV adalah penyebab dari spektrum penyakit yang dikenal sebagai HIV /  AIDS. HIV adalah retrovirus yang menginfeksi terutama sistem kekebalan  tubuh manusia seperti sel T CD4 + (subset sel T ), makrofag dan sel  dendritik. Secara langsung dan tidak langsung merusak sel T CD4 +. 
HIV  adalah anggota dari genus lentivirus, bagian dari family Retroviridae.  Lentivirus memiliki banyak morfologi dan sifat biologi kesamaan. Banyak  spesies yang terinfeksi oleh lentivirus, yang secara khas bertanggung  jawab terhadap penyakit dengan masa inkubasi yang lama. Lentivirus  ditransmisikan sebagai rantai tunggal, menyelimuti RNA virus. Setelah  masuk ke dalam sel target, genom RNA virus diubah (reverse  ditranskripsi) ke dalam untai ganda DNA oleh virally yang dikodekan  dengan cara reverse transcriptase yang diangkut bersama dengan genom  virus dalam partikel virus. DNA virus yang dihasilkan kemudian diimpor  ke dalam inti sel dan diintegrasikan ke dalam DNA sel oleh intergarase  virally yang dikodekan dan host co-faktor. Setelah terintegrasi, virus  dapat menjadi laten, yang memungkinkan virus dalam sel inang untuk  menghindari deteksi oleh sistem kekebalan tubuh. Atau, virus dapat  ditranskripsi, menghasilkan genom baru RNA dan protein virus yang  dikemas dan dibebaskan dari sel sebagai partikel virus baru yang memulai  siklus replikasi baru.
Terdapat Dua jenis HIV yang  telah ditandai : HIV-1 dan HIV-2. HIV-1 adalah virus yang awalnya  ditemukan dan disebut LAV dan HTLV-III. Virus ini lebih ganas, lebih  infektif, dan merupakan penyebab dari mayoritas infeksi HIV di seluruh  dunia. Sedang yang lebih ringan adalah infektivitas HIV-2 yang  dibandingkan dengan HIV-1 menunjukkan bahwa lebih sedikit dari mereka  yang terkena HIV-2 akan terinfeksi per eksposur. Karena kapasitasnya  yang relatif rendah untuk transmisi, HIV-2 sebagian besar terbatas pada  Afrika Barat. 
Patofisiologi 
Setelah  virus memasuki tubuh, dalam jangka waktu yang cepat terjadi replikasi  virus, yang menyebabkan kelimpahan virus dalam darah perifer. Selama  infeksi primer, tingkat HIV dapat mencapai beberapa juta partikel virus  per mililiter darah.
Tanggapan  ini disertai/ditandai dengan penurunan jumlah sirkulasi sel CD4 + T.  Hal ini merupakan viremia akut yang bisa dikaitkan pada hampir semua  orang dengan aktivasi CD8 + sel T, yang membunuh sel yang terinfeksi  HIV, dan kemudian dengan produksi antibodi atau serokonversi. Respon sel  CD8 + T dianggap penting dalam mengontrol kadar virus yang bisa  mengalami kenaikan dan kemudian menurun karena jumlah sel CD4 + T  melambung. 
Untuk masuk ke dalam sel, virus ini berikatan dengan receptor (CD4) yang  ada di permukaan sel. Artinya, virus ini hanya akan menginfeksi sel  yang memiliki receptor CD4 pada permukaannya. Karena biasanya yang  diserang adalah sel T lymphosit (sel yang berperan dalam sistem imun  tubuh), maka sel yang diinfeksi oleh HIV adalah sel T yang  mengekspresikan CD4 di permukaannya (CD4+ T cell). Setelah berikatan dengan receptor, virus berfusi dengan sel (fusion) dan  kemudian melepaskan genomnya ke dalam sel. Di dalam sel, RNA mengalami  proses reverse transcription, yaitu proses perubahan RNA menjadi DNA.  Proses ini dilakukan oleh enzim reverse transcriptase.
Proses ini hampir sama dengan beberapa virus RNA lainnya.  Yang menjadi ciri khas dari retrovirus ini adalah DNA yang terbentuk  kemudian bergabung dengan DNA genom dari sel yang diinfeksinya. Proses  ini dinamakan integrasi (integration). Proses ini dilakukan oleh enzim  integrase yang dimiliki oleh virus itu sendiri. DNA virus yang  terintegrasi ke dalam genom sel dinamakan provirus. Dalam kondisi provirus, genom virus akan stabil dan mengalami proses  replikasi sebagaimana DNA sel itu sendiri. Akibatnya, setiap DNA sel  menjalankan proses replikasi secara otomatis genom virus akan ikut  bereplikasi. Dalam kondisi ini virus bisa memproteksi diri dari serangan  sistem imun tubuh dan sekaligus memungkinkan manusia terinfeksi virus  seumur hidup (a life long infection).
Pada  akhirnya, HIV menyebabkan AIDS dengan depleting CD4 + limfosit T  sebagai penolong dalam melawan virus. Hal ini melemahkan sistem  kekebalan tubuh dan memungkinkan infeksi oportunistik. Limfosit T sangat  penting untuk respon kekebalan tubuh dan tanpa Limfosit T, tubuh tidak  dapat melawan infeksi atau membunuh sel kanker. Mekanisme CD4 + T  deplesi sel berbeda di fase akut dan kronis.
Meskipun  gejala defisiensi imun karakteristik AIDS tidak muncul selama  bertahun-tahun setelah seseorang terinfeksi, sebagian besar CD4 + T  hilang dan terjadi selama minggu pertama infeksi, terutama di mukosa  usus, yang merupakan pelabuhan mayoritas limfosit ditemukan dalam tubuh.  Alasan hilangnya preferensial CD4 + T sel mukosa adalah bahwa mayoritas  CD4 + T sel mukosa merupakan coreceptor CCR5, sedangkan sebagian kecil  CD4 + sel T berada dalam aliran darah.
Etiologi
AIDS  merupakan bentuk terparah akibat infeksi HIV. HIV adalah retrovirus  yang biasanya menyerang organ-organ vital sistem kekebalan manusia,  seperti sel T CD4+ (sejenis sel T), makrofaga, dan sel dendritik. HIV  merusak sel T CD4+ secara langsung dan tidak langsung, dimana sel T CD4+  dibutuhkan agar sistem kekebalan tubuh dapat berfungsi baik. Bila HIV  telah membunuh sel T CD4+ hingga jumlahnya menyusut hingga kurang dari  200 per mikroliter (µL) darah, maka kekebalan di tingkat sel akan  hilang, dan akibatnya ialah kondisi ini disebut sebagai AIDS. Infeksi  akut HIV akan berlanjut menjadi infeksi laten secara klinis, kemudian  timbul gejala infeksi HIV awal, dan akhirnya AIDS (yang diidentifikasi  dengan memeriksa jumlah sel T CD4+ di dalam darah serta adanya infeksi  tertentu).
Tanpa terapi antiretrovirus, rata-rata  lamanya perkembangan infeksi HIV menjadi AIDS ialah sembilan sampai  sepuluh tahun, dan rata-rata waktu hidup setelah mengalami AIDS hanya  sekitar 9,2 bulan. Namun demikian, laju perkembangan penyakit ini pada  setiap orang sangat bervariasi, yaitu dari dua minggu sampai 20 tahun.  Banyak faktor yang memengaruhinya, diantaranya ialah kekuatan tubuh  untuk bertahan melawan HIV (seperti fungsi kekebalan tubuh) dari orang  yang terinfeksi.Orang tua umumnya memiliki kekebalan yang lebih lemah  daripada orang yang lebih muda, sehingga lebih berisiko mengalami  perkembangan penyakit yang pesat. Akses yang kurang terhadap perawatan  kesehatan dan adanya infeksi lainnya seperti tuberkulosis, juga dapat  mempercepat perkembangan penyakit ini. Warisan genetik orang yang  terinfeksi juga memainkan peran penting. Sejumlah orang kebal secara  alami terhadap beberapa varian HIV. HIV memiliki beberapa variasi  genetik dan berbagai bentuk yang berbeda, yang akan menyebabkan laju  perkembangan penyakit klinis yang berbeda-beda pula. Terapi  antiretrovirus yang sangat aktif akan dapat memperpanjang rata-rata  waktu berkembangannya AIDS, serta rata-rata waktu kemampuan penderita  bertahan hidup.
Penularan seksual
Penularan  (transmisi) HIV secara seksual terjadi ketika ada kontak antara sekresi  cairan vagina atau cairan preseminal seseorang dengan rektum, alat  kelamin, atau membran mukosa mulut pasangannya. Hubungan seksual  reseptif tanpa pelindung lebih berisiko daripada hubungan seksual  insertif tanpa pelindung, dan risiko hubungan seks anal lebih berpeluang  daripada risiko hubungan seks biasa dan seks oral. Seks oral tidak  berarti tak berisiko karena HIV dapat masuk melalui seks oral reseptif  maupun insertif. Kekerasan seksual secara umum meningkatkan risiko  penularan HIV karena pelindung umumnya tidak digunakan dan sering  terjadi trauma fisik terhadap rongga vagina yang memudahkan transmisi  HIV.
Penyakit menular seksual meningkatkan risiko  penularan HIV karena dapat menyebabkan gangguan pertahanan jaringan  epitel normal akibat adanya borok alat kelamin, dan juga karena adanya  penumpukan sel yang terinfeksi HIV (limfosit dan makrofag) pada semen  dan sekresi vaginal. Penelitian epidemiologis dari Afrika Sub-Sahara,  Eropa, dan Amerika Utara menunjukkan bahwa terdapat sekitar empat kali  lebih besar risiko terinfeksi AIDS akibat adanya borok alat kelamin  seperti yang disebabkan oleh sifilis dan/atau chancroid. Resiko tersebut  juga meningkat secara nyata, walaupun lebih kecil, oleh adanya penyakit  menular seksual seperti kencing nanah, infeksi chlamydia, dan  trikomoniasis yang menyebabkan pengumpulan lokal limfosit dan makrofaga.
Transmisi  HIV bergantung pada tingkat kemudahan penularan dari pengidap dan  kerentanan pasangan seksual yang belum terinfeksi. Kemudahan penularan  bervariasi pada berbagai tahap penyakit ini dan tidak konstan antar  orang. Beban virus plasma yang tidak dapat dideteksi tidak selalu  berarti bahwa beban virus kecil pada air mani atau sekresi alat kelamin.  Setiap 10 kali penambahan jumlah RNA HIV plasma darah sebanding dengan  81% peningkatan laju transmisi HIV. Wanita lebih rentan terhadap infeksi  HIV-1 karena perubahan hormon, ekologi serta fisiologi mikroba vaginal,  dan kerentanan yang lebih besar terhadap penyakit seksual. Orang yang  terinfeksi dengan HIV masih dapat terinfeksi jenis virus lain yang lebih  mematikan.
Kontaminasi patogen melalui darah
Jalur  penularan ini terutama berhubungan dengan pengguna obat suntik,  penderita hemofilia, dan resipien transfusi darah dan produk darah.  Berbagi dan menggunakan kembali jarum suntik (syringe) yang mengandung  darah yang terkontaminasi oleh organisme biologis penyebab penyakit  (patogen), tidak hanya merupakan risiko utama atas infeksi HIV, tetapi  juga hepatitis B dan hepatitis C. Berbagi penggunaan jarum suntik  merupakan penyebab sepertiga dari semua infeksi baru HIV dan 50% infeksi  hepatitis C di Amerika Utara, Republik Rakyat Cina, dan Eropa Timur.  Resiko terinfeksi dengan HIV dari satu tusukan dengan jarum yang  digunakan orang yang terinfeksi HIV diduga sekitar 1 banding 150.  Post-exposure prophylaxis dengan obat anti-HIV dapat lebih jauh  mengurangi risiko tersebut. Pekerja fasilitas kesehatan (perawat,  pekerja laboratorium, dokter, dan lain-lain) juga dikhawatirkan walaupun  lebih jarang. Jalur penularan ini dapat juga terjadi pada orang yang  memberi dan menerima rajah (tato) dan tindik tubuh. Kewaspadaan  universal sering kali tidak dipatuhi baik di Afrika Sub Sahara maupun  Asia karena sedikitnya sumber daya dan pelatihan yang tidak mencukupi.  WHO memperkirakan 2,5% dari semua infeksi HIV di Afrika Sub Sahara  ditransmisikan melalui suntikan pada fasilitas kesehatan yang tidak  aman. Oleh sebab itu, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, didukung  oleh opini medis umum dalam masalah ini, mendorong negara-negara di  dunia menerapkan kewaspadaan universal untuk mencegah penularan HIV  melalui fasilitas kesehatan.
Resiko penularan HIV pada  penerima transfusi darah sangat kecil di negara maju. Di negara maju,  pemilihan donor bertambah baik dan pengamatan HIV dilakukan. Namun  demikian, menurut WHO, mayoritas populasi dunia tidak memiliki akses  terhadap darah yang aman dan "antara 5% dan 10% infeksi HIV dunia  terjadi melalui transfusi darah yang terinfeksi
Penularan masa perinatal
Transmisi  HIV dari ibu ke anak dapat terjadi melalui rahim (in utero) selama masa  perinatal, yaitu minggu-minggu terakhir kehamilan dan saat persalinan.  Bila tidak ditangani, tingkat penularan dari ibu ke anak selama  kehamilan dan persalinan adalah sebesar 25%. Namun demikian, jika sang  ibu memiliki akses terhadap terapi antiretrovirus dan melahirkan dengan  cara bedah caesar, tingkat penularannya hanya sebesar 1%. Sejumlah  faktor dapat memengaruhi risiko infeksi, terutama beban virus pada ibu  saat persalinan (semakin tinggi beban virus, semakin tinggi risikonya).  Menyusui meningkatkan risiko penularan sebesar 4%
Tanda dan GejalaBerbagai  gejala AIDS umumnya tidak akan terjadi pada orang-orang yang memiliki  sistem kekebalan tubuh yang baik. Kebanyakan kondisi tersebut akibat  infeksi oleh bakteri, virus, fungi dan parasit, yang biasanya  dikendalikan oleh unsur-unsur sistem kekebalan tubuh yang dirusak HIV.  Infeksi oportunistik umum didapati pada penderita AIDS. HIV memengaruhi  hampir semua organ tubuh. Penderita AIDS juga berisiko lebih besar  menderita kanker seperti sarkoma Kaposi, kanker leher rahim, dan kanker  sistem kekebalan yang disebut limfoma.
Biasanya  penderita AIDS memiliki gejala infeksi sistemik; seperti demam,  berkeringat (terutama pada malam hari), pembengkakan kelenjar,  kedinginan, merasa lemah, serta penurunan berat badan. Infeksi  oportunistik tertentu yang diderita pasien AIDS, juga tergantung pada  tingkat kekerapan terjadinya infeksi tersebut di wilayah geografis  tempat hidup pasien.
Penyakit paru-paru
Pneumonia  pneumocystis (PCP) jarang dijumpai pada orang sehat yang memiliki  kekebalan tubuh yang baik, tetapi umumnya dijumpai pada orang yang  terinfeksi HIV.
Penyebab penyakit ini adalah fungi  Pneumocystis jirovecii. Sebelum adanya diagnosis, perawatan, dan  tindakan pencegahan rutin yang efektif di negara-negara Barat, penyakit  ini umumnya segera menyebabkan kematian. Di negara-negara berkembang,  penyakit ini masih merupakan indikasi pertama AIDS pada orang-orang yang  belum dites, walaupun umumnya indikasi tersebut tidak muncul kecuali  jika jumlah CD4 kurang dari 200 per µL.
Tuberkulosis  (TBC) merupakan infeksi unik di antara infeksi-infeksi lainnya yang  terkait HIV, karena dapat ditularkan kepada orang yang sehat  (imunokompeten) melalui rute pernapasan (respirasi). TBC dapat dengan  mudah ditangani bila telah diidentifikasi, dapat muncul pada stadium  awal HIV, serta dapat dicegah melalui terapi pengobatan. Namun demikian,  resistensi TBC terhadap berbagai obat merupakan masalah potensial pada  penyakit ini.
Meskipun munculnya penyakit ini di  negara-negara Barat telah berkurang karena digunakannya terapi dengan  pengamatan langsung dan metode terbaru lainnya, namun tidaklah demikian  yang terjadi di negara-negara berkembang tempat HIV paling banyak  ditemukan. Pada stadium awal infeksi HIV (jumlah CD4 >300 sel per  µL), TBC muncul sebagai penyakit paru-paru. Pada stadium lanjut infeksi  HIV, ia sering muncul sebagai penyakit sistemik yang menyerang bagian  tubuh lainnya (tuberkulosis ekstrapulmoner). Gejala-gejalanya biasanya  bersifat tidak spesifik (konstitusional) dan tidak terbatas pada satu  tempat. TBC yang menyertai infeksi HIV sering menyerang sumsum tulang,  tulang, saluran kemih dan saluran pencernaan, hati, kelenjar getah  bening (nodus limfa regional), dan sistem syaraf pusat. Dengan demikian,  gejala yang muncul mungkin lebih berkaitan dengan tempat munculnya  penyakit ekstrapulmoner
Penyakit saluran pencernaan 
Esofagitis  adalah peradangan pada kerongkongan (esofagus), yaitu jalur makanan  dari mulut ke lambung. Pada individu yang terinfeksi HIV, penyakit ini  terjadi karena infeksi jamur (jamur kandidiasis) atau virus (herpes  simpleks-1 atau virus sitomegalo). Ia pun dapat disebabkan oleh  mikobakteria, meskipun kasusnya langka.
Diare  kronis yang tidak dapat dijelaskan pada infeksi HIV dapat terjadi  karena berbagai penyebab; antara lain infeksi bakteri dan parasit yang  umum (seperti Salmonella, Shigella, Listeria, Kampilobakter, dan  Escherichia coli), serta infeksi oportunistik yang tidak umum dan virus  (seperti kriptosporidiosis, mikrosporidiosis, Mycobacterium avium  complex, dan virus sitomegalo (CMV) yang merupakan penyebab kolitis).
Pada  beberapa kasus, diare terjadi sebagai efek samping dari obat-obatan  yang digunakan untuk menangani HIV, atau efek samping dari infeksi utama  (primer) dari HIV itu sendiri. Selain itu, diare dapat juga merupakan  efek samping dari antibiotik yang digunakan untuk menangani bakteri  diare (misalnya pada Clostridium difficile). Pada stadium akhir infeksi  HIV, diare diperkirakan merupakan petunjuk terjadinya perubahan cara  saluran pencernaan menyerap nutrisi, serta mungkin merupakan komponen  penting dalam sistem pembuangan yang berhubungan dengan HIV.
Penyakit syaraf dan kejiwaan
Infeksi  HIV dapat menimbulkan beragam kelainan tingkah laku karena gangguan  pada syaraf (neuropsychiatric sequelae), yang disebabkan oleh infeksi  organisma atas sistem syaraf yang telah menjadi rentan, atau sebagai  akibat langsung dari penyakit itu sendiri.
Toksoplasmosis  adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit bersel-satu, yang disebut  Toxoplasma gondii. Parasit ini biasanya menginfeksi otak dan menyebabkan  radang otak akut (toksoplasma ensefalitis), namun ia juga dapat  menginfeksi dan menyebabkan penyakit pada mata dan paru-paru. Meningitis  kriptokokal adalah infeksi meninges (membran yang menutupi otak dan  sumsum tulang belakang) oleh jamur Cryptococcus neoformans. Hal ini  dapat menyebabkan demam, sakit kepala, lelah, mual, dan muntah. Pasien  juga mungkin mengalami sawan dan kebingungan, yang jika tidak ditangani  dapat mematikan.
Leukoensefalopati multifokal progresif  adalah penyakit demielinasi, yaitu penyakit yang menghancurkan selubung  syaraf (mielin) yang menutupi serabut sel syaraf (akson), sehingga  merusak penghantaran impuls syaraf. Ia disebabkan oleh virus JC, yang  70% populasinya terdapat di tubuh manusia dalam kondisi laten, dan  menyebabkan penyakit hanya ketika sistem kekebalan sangat lemah,  sebagaimana yang terjadi pada pasien AIDS. Penyakit ini berkembang cepat  (progresif) dan menyebar (multilokal), sehingga biasanya menyebabkan  kematian dalam waktu sebulan setelah diagnosis
Kompleks  demensia AIDS adalah penyakit penurunan kemampuan mental (demensia)  yang terjadi karena menurunnya metabolisme sel otak (ensefalopati  metabolik) yang disebabkan oleh infeksi HIV; dan didorong pula oleh  terjadinya pengaktifan imun oleh makrofag dan mikroglia pada otak yang  mengalami infeksi HIV, sehingga mengeluarkan neurotoksin. Kerusakan  syaraf yang spesifik, tampak dalam bentuk ketidak normalan kognitif,  perilaku, dan motorik, yang muncul bertahun-tahun setelah infeksi HIV  terjadi. Hal ini berhubungan dengan keadaan rendahnya jumlah sel T CD4+  dan tingginya muatan virus pada plasma darah. Angka kemunculannya  (prevalensi) di negara-negara Barat adalah sekitar 10-20%, namun di  India hanya terjadi pada 1-2% pengidap infeksi HIV. Perbedaan ini  mungkin terjadi karena adanya perbedaan subtipe HIV di India.
Kanker dan tumor ganas (maligna)
Pasien  dengan infeksi HIV pada dasarnya memiliki risiko yang lebih tinggi  terhadap terjadinya beberapa kanker. Hal ini karena infeksi oleh virus  DNA penyebab mutasi genetik; yaitu terutama virus Epstein-Barr (EBV),  virus herpes Sarkoma Kaposi (KSHV), dan virus papiloma manusia (HPV).
Sarkoma  Kaposi adalah tumor yang paling umum menyerang pasien yang terinfeksi  HIV. Kemunculan tumor ini pada sejumlah pemuda homoseksual tahun 1981  adalah salah satu pertanda pertama wabah AIDS. Penyakit ini disebabkan  oleh virus dari subfamili gammaherpesvirinae, yaitu virus herpes  manusia-8 yang juga disebut virus herpes Sarkoma Kaposi (KSHV). Penyakit  ini sering muncul di kulit dalam bentuk bintik keungu-unguan, tetapi  dapat menyerang organ lain, terutama mulut, saluran pencernaan, dan  paru-paru.
Kanker getah bening tingkat tinggi (limfoma  sel B) adalah kanker yang menyerang sel darah putih dan terkumpul dalam  kelenjar getah bening, misalnya seperti limfoma Burkitt (Burkitt's  lymphoma) atau sejenisnya (Burkitt's-like lymphoma), diffuse large  B-cell lymphoma (DLBCL), dan limfoma sistem syaraf pusat primer, lebih  sering muncul pada pasien yang terinfeksi HIV. Kanker ini seringkali  merupakan perkiraan kondisi (prognosis) yang buruk. Pada beberapa kasus,  limfoma adalah tanda utama AIDS. Limfoma ini sebagian besar disebabkan  oleh virus Epstein-Barr atau virus herpes Sarkoma Kaposi.
Kanker leher rahim pada wanita yang terkena HIV dianggap tanda utama AIDS. Kanker ini disebabkan oleh virus papiloma manusia.
Pasien  yang terinfeksi HIV juga dapat terkena tumor lainnya, seperti limfoma  Hodgkin, kanker usus besar bawah (rectum), dan kanker anus. Namun  demikian, banyak tumor-tumor yang umum seperti kanker payudara dan  kanker usus besar (colon), yang tidak meningkat kejadiannya pada pasien  terinfeksi HIV. Di tempat-tempat dilakukannya terapi antiretrovirus yang  sangat aktif (HAART) dalam menangani AIDS, kemunculan berbagai kanker  yang berhubungan dengan AIDS menurun, namun pada saat yang sama kanker  kemudian menjadi penyebab kematian yang paling umum pada pasien yang  terinfeksi HIV
Infeksi oportunistik lainnya
Pasien  AIDS biasanya menderita infeksi oportunistik dengan gejala tidak  spesifik, terutama demam ringan dan kehilangan berat badan. Infeksi  oportunistik ini termasuk infeksi Mycobacterium avium-intracellulare dan  virus sitomegalo. Virus sitomegalo dapat menyebabkan gangguan radang  pada usus besar (kolitis) seperti yang dijelaskan di atas, dan gangguan  radang pada retina mata (retinitis sitomegalovirus), yang dapat  menyebabkan kebutaan. Infeksi yang disebabkan oleh jamur Penicillium  marneffei, atau disebut Penisiliosis, kini adalah infeksi oportunistik  ketiga yang paling umum (setelah tuberkulosis dan kriptokokosis) pada  orang yang positif HIV di daerah endemik Asia Tenggara.
Tes dan Diagnosis
Sejak  tanggal 5 Juni 1981, banyak definisi yang muncul untuk pengawasan  epidemiologi AIDS, seperti definisi Bangui dan definisi World Health  Organization tentang AIDS tahun 1994. Namun demikian, kedua sistem  tersebut sebenarnya ditujukan untuk pemantauan epidemi dan bukan untuk  penentuan tahapan klinis pasien, karena definisi yang digunakan tidak  sensitif ataupun spesifik. Di negara-negara berkembang, sistem World  Health Organization untuk infeksi HIV digunakan dengan memakai data  klinis dan laboratorium; sementara di negara-negara maju digunakan  sistem klasifikasi Centers for Disease Control (CDC) Amerika Serikat.
Sistem tahapan infeksi WHO
Pada  tahun 1990, World Health Organization (WHO) mengelompokkan berbagai  infeksi dan kondisi AIDS dengan memperkenalkan sistem tahapan untuk  pasien yang terinfeksi dengan HIV-1 Sistem ini diperbarui pada bulan  September tahun 2005. Kebanyakan kondisi ini adalah infeksi oportunistik  yang dengan mudah ditangani pada orang sehat.
Sistem tahapan infeksi WHO 
- Stadium I: infeksi HIV asimtomatik dan tidak dikategorikan sebagai AIDS
 - Stadium II: termasuk manifestasi membran mukosa kecil dan radang saluran pernapasan atas yang berulang
 - Stadium III: termasuk diare kronik yang tidak dapat dijelaskan  selama lebih dari sebulan, infeksi bakteri parah, dan tuberkulosis.
 - Stadium IV: termasuk toksoplasmosis otak, kandidiasis esofagus,  trakea, bronkus atau paru-paru, dan sarkoma kaposi. Semua penyakit ini  adalah indikator AIDS.
 
Sistem klasifikasi CDC
Pusat  Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat  memperbarui  sistem klasifikasi mereka untuk HIV / AIDS pada tahun 2008. Dalam sistem  infeksi HIV diklasifikasikan berdasarkan jumlah CD4 dan gejala klinis.
    Tahap 1: jumlah CD4 ≥ 500 sel / uL dan tidak ada kondisi terdefinisi AIDS
    Tahap 2: jumlah CD4 200 hingga 500 sel / uL AIDS dan tidak ada kondisi terdefinisi
    Tahap 3: jumlah CD4 ≤ 200 sel / uL atau AIDS mendefinisikan kondisi
    Diketahui: jika informasi yang cukup dikenal untuk membuat salah satu klasifikasi di atas 
Diagnosis  AIDS masih ditegakkan bahkan jika setelah pengobatan dimana CD4 + T  jumlah sel meningkat menjadi di atas 200 per uL darah atau hingga  penyakit terdefinisi AIDS benar-benar dapat disembuhkan. 
Tes HIV
Tes  HIV umum, termasuk imunoasai enzim HIV dan pengujian Western blot,  dilakukan untuk mendeteksi antibodi HIV pada serum, plasma, cairan  mulut, darah kering, atau urin pasien. Namun demikian, periode antara  infeksi dan berkembangnya antibodi pelawan infeksi yang dapat dideteksi  (window period) bagi setiap orang dapat bervariasi. Inilah sebabnya  mengapa dibutuhkan waktu 3-6 bulan untuk mengetahui serokonversi dan  hasil positif tes. Terdapat pula tes-tes komersial untuk mendeteksi  antigen HIV lainnya, HIV-RNA, dan HIV-DNA, yang dapat digunakan untuk  mendeteksi infeksi HIV meskipun perkembangan antibodinya belum dapat  terdeteksi. Meskipun metode-metode tersebut tidak disetujui secara  khusus untuk diagnosis infeksi HIV, tetapi telah digunakan secara rutin  di negara-negara maju.
Pencegahan
Tiga  jalur utama (rute) masuknya virus HIV ke dalam tubuh ialah melalui  hubungan seksual, persentuhan (paparan) dengan cairan atau jaringan  tubuh yang terinfeksi, serta dari ibu ke janin atau bayi selama periode  sekitar kelahiran (periode perinatal) oleh karena maka pencegahan dapat  dilakukan melalui tiga rute tersebut. Selain itu, walaupun HIV dapat  ditemukan pada air liur, air mata dan urin orang yang terinfeksi, namun  tidak terdapat catatan kasus infeksi dikarenakan cairan-cairan tersebut,  dengan demikian risiko infeksinya secara umum dapat diabaikan.
Penanganan
Sampai  saat ini tidak ada vaksin atau obat untuk HIV atau AIDS. Metode  satu-satunya yang diketahui untuk pencegahan didasarkan pada  penghindaran kontak dengan virus atau, jika gagal, perawatan  antiretrovirus secara langsung setelah kontak dengan virus secara  signifikan, disebut post-exposure prophylaxis (PEP). PEP memiliki jadwal  empat minggu takaran yang menuntut banyak waktu. PEP juga memiliki efek  samping yang tidak menyenangkan seperti diare, tidak enak badan, mual,  dan lelah.
Terapi antivirus
Penanganan  infeksi HIV terkini adalah terapi antiretrovirus yang sangat aktif  (highly active antiretroviral therapy, disingkat HAART). Terapi ini  telah sangat bermanfaat bagi orang-orang yang terinfeksi HIV sejak tahun  1996, yaitu setelah ditemukannya HAART yang menggunakan protease  inhibitor. Pilihan terbaik HAART saat ini, berupa kombinasi dari  setidaknya tiga obat (disebut "koktail) yang terdiri dari paling sedikit  dua macam bahan antiretrovirus. Kombinasi yang umum digunakan adalah  nucleoside analogue reverse transcriptase inhibitor (atau NRTI) dengan  protease inhibitor, atau dengan non-nucleoside reverse transcriptase  inhibitor (NNRTI). Karena penyakit HIV lebih cepat perkembangannya pada  anak-anak daripada pada orang dewasa, maka rekomendasi perawatannya pun  lebih agresif untuk anak-anak daripada untuk orang dewasa. Di  negara-negara berkembang yang menyediakan perawatan HAART, seorang  dokter akan mempertimbangkan kuantitas beban virus, kecepatan  berkurangnya CD4, serta kesiapan mental pasien, saat memilih waktu  memulai perawatan awal.
Perawatan  HAART memungkinkan stabilnya gejala dan viremia (banyaknya jumlah virus  dalam darah) pada pasien, tetapi ia tidak menyembuhkan HIV ataupun  menghilangkan gejalanya. HIV-1 dalam tingkat yang tinggi sering resisten  terhadap HAART dan gejalanya kembali setelah perawatan dihentikan. Lagi  pula, dibutuhkan waktu lebih dari seumur hidup seseorang untuk  membersihkan infeksi HIV dengan menggunakan HAART. Meskipun demikian,  banyak pengidap HIV mengalami perbaikan yang hebat pada kesehatan umum  dan kualitas hidup mereka, sehingga terjadi adanya penurunan drastis  atas tingkat kesakitan (morbiditas) dan tingkat kematian (mortalitas)  karena HIV. Tanpa perawatan HAART, berubahnya infeksi HIV menjadi AIDS  terjadi dengan kecepatan rata-rata (median) antara sembilan sampai  sepuluh tahun, dan selanjutnya waktu bertahan setelah terjangkit AIDS  hanyalah 9.2 bulan. Penerapan HAART dianggap meningkatkan waktu bertahan  pasien selama 4 sampai 12 tahun. Bagi beberapa pasien lainnya, yang  jumlahnya mungkin lebih dari lima puluh persen, perawatan HAART  memberikan hasil jauh dari optimal. Hal ini karena adanya efek  samping/dampak pengobatan tidak bisa ditolerir, terapi antiretrovirus  sebelumnya yang tidak efektif, dan infeksi HIV tertentu yang resisten  obat. Ketidaktaatan dan ketidakteraturan dalam menerapkan terapi  antiretrovirus adalah alasan utama mengapa kebanyakan individu gagal  memperoleh manfaat dari penerapan HAART. Terdapat bermacam-macam alasan  atas sikap tidak taat dan tidak teratur untuk penerapan HAART tersebut.  Isyu-isyu psikososial yang utama ialah kurangnya akses atas fasilitas  kesehatan, kurangnya dukungan sosial, penyakit kejiwaan, serta  penyalahgunaan obat. Perawatan HAART juga kompleks, karena adanya  beragam kombinasi jumlah pil, frekuensi dosis, pembatasan makan, dan  lain-lain yang harus dijalankan secara rutin. Berbagai efek samping yang  juga menimbulkan keengganan untuk teratur dalam penerapan HAART, antara  lain lipodistrofi, dislipidaemia, penolakan insulin, peningkatan risiko  sistem kardiovaskular, dan kelainan bawaan pada bayi yang dilahirkan.
Obat  anti-retrovirus berharga mahal, dan mayoritas individu terinfeksi di  dunia tidaklah memiliki akses terhadap pengobatan dan perawatan untuk  HIV dan AIDS tersebut.
Sumber ;
- http://en.wikipedia.org/wiki/HIV/AIDS
 - http://leeanel.blogspot.com/2012_01_01_archive.html
 - http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/hivaids.html
 - http://www.cdc.gov/hiv/
 - http://www.avert.org/aids.htm
 - http://www.aids.org/
 - http://id.wikipedia.org/wiki/AIDS
 - http://id.wikipedia.org/wiki/HIV