Jakarta, Masa-masa kehamilan adalah masa yang paling penting bagi ibu
hamil dan jabang bayi. Oleh karena itu, ibu harus menjaga kondisi fisik
dan kesehatannya. Ada banyak pantangan yang sebaiknya dihindari,
termasuk beberapa makanan dan obat tertentu, salah satunya dekongestan.
Dekongestan
adalah obat yang digunakan untuk meringankan gejala hidung tersumbat.
Sebuah penelitian yang dilakukan ilmuwan dari Universitas Boston
menemukan bahwa dekongestan yang sering dibeli tanpa resep dokter
mengandung fenilefrin dan pseudoefedrin, senyawa yang dapat meningkatkan
risiko cacat lahir.
Lebih rinci lagi, penelitian tersebut
menemukan bahwa penggunaan dekongestan pada trimester pertama kehamilan
dapat meningkatkan risiko janin di kandungan terlahir cacat. Walau
kasusnya cukup jarang, kecacatan yang berkaitan dengan obat tersebut
adalah kelainan pada saluran pencernaan, telinga, dan hati.
"Cacat
lahir besar terjadi sekitar dua sampai tiga persen dari bayi lahir
hidup, sehingga ini jarang terjadi. Penelitian mengidentifikasi bahwa
kecacatan umumnya terjadi kurang dari 1 per 1.000 bayi. Beberapa di
antaranya mungkin memerlukan operasi, tetapi tidak semuanya mengancam
jiwa," kata peneliti, Dr Allen Mitchell seperti dilansir New York Daily
News, Senin (29/7/2013).
Dr Mitchell menganalisis sejumlah data
bayi yang lahir dengan kecacatan dari tahun 1993 hingga 2010. Para
ibunya juga diwawancarai, baik ibu dari bayi lahir cacat karena masalah
kromosom ataupun bukan. Ada sebanyak 12.700 bayi yang dilahirkan cacat,
lalu dibandingkan dengan jawaban para ibu dari 7.600 bayi tanpa cacat.
Para
ibu ditanya tentang obat yang diminumnya saat hamil dan 2 bulan sebelum
hamil. Hasilnya menemukan bahwa penggunaan obat yang mengandung
fenilefrin pada trimester pertama kehamilan 8 kali lipat meningkatkan
risiko cacat jantung pada bayi atau akrab disebut endocardial bantal
cacaendocardial cushion defect.
Penggunaan fenilpropanolamin atau
Acutrim juga 8 kali lipat meningkatkan risiko cacat telinga dan perut.
Hanya saja, ini adalah untuk pertama kalinya peneliti menemukan hubungan
antara penggunaan pseudoefedrin saat trimester pertama kehamilan dengan
peningkatan risiko cacat 3 kali lipat.
Penggunaan imidazolines
yang ditemukan dalam semprotan dekongestan hidung dan tetes mata juga
ditemukan meningkatkan risiko abnormalitas pada trakea dan esofagus
setinggi 2 kali lipat. Namun dr Mitchell memperingatkan, risiko cacat
pada bayi yang ibunya tidak meminum dekongestan adalah sekitar 3 bayi
per 10.000 kelahiran hidup.
"Bahkan peningkatan risiko 8 kali
lipat yang ditunjukkan oleh hasil penelitian, walau kedengarannya besar,
sebenarnya adalah sekitar 2,7 dari 1.000 kemungkinan bayi mengalami
cacat, katanya. Apabila asumsi temuan ini benar, para peneliti masih
belum bisa berspekulasi mengapa obat ini dapat berkaitan dengan cacat
bayi," katanya.
Oleh karena itu, dr Mitchell menuturkan bahwa
penelitiannya ini sudah menjadi bukti yang cukup buat mengapa ibu hamil
sebaiknya tidak direkomendasikan diberi dekongestan. Karena obat seperti
ini banyak tersedia bebas, dokter sebaiknya mengevaluasi kebutuhan ibu
hamil berdasarkan kasusnya. (pah/vta)
Sumber: health.detik.com